Jumat, 06 November 2020

Mengenal Tokoh Pemikir Yunani Kuno: Plato

 oleh Enang Cuhendi

 “Lebih baik melakukan sedikit yang dilakukan dengan baik, daripada banyak tapi tidak sempurna.” – Plato

Dalam sejarah Yunani banyak dikenal lahirnya para ahli filsafat dan pemikir besar. Tiga di antara yang terbesar dan paling berpengaruh adalah Socrates, Plato dan Aristoteles. Tulisan ini dan dua tulisan berikutnya fokus membahas hasil pemikiran ketiga tokoh tersebut. Sebagian besar bahan tulisan disarikan dari buku yang diitulis oleh Muhammad Hatta, Alam Pikiran Yunani, yang diterbitkan UI Press, Jakarta pertama kali pada 1980, kemudian dicetak ulang pada 2011, tentunya ditambah beberapa informasi dari sumber lain.

PLATO
Plato - Sumber: Freepik

Plato (428/427 – 348/347 SM) adalah seorang filsuf Athena selama periode Klasik pada masa Yunani kuno. Memiliki nama asli, Aristocles. Karena memiliki bahu lebar dan tubuh atletis, dia dijuluki dataran tinggi (plato) Yunani yang berarti memiliki dada yang lebar.

Plato dilahirkan di Athena pada tahun 427 SM., dan meninggal pada tahun 347 SM pada usia 80 tahun. Ia berasal dari keluarga aristokrasi yang secara turun temurun memegang peranan penting dalam politik Athena. Sejak usia 20 tahun,

Plato adalah pendiri aliran pemikiran Platonis dan pendiri Akademi, lembaga pendidikan tinggi pertama di dunia Barat. Secara luas ia dianggap sebagai tokoh penting dalam sejarah Yunani Kuno dan filsafat Barat, bersama dengan gurunya, Socrates, dan muridnya yang paling terkenal, Aristoteles.

Plato juga sering disebut sebagai salah satu pendiri agama dan spiritualitas Barat. Apa yang kemudian disebut para filsuf Neoplatonisme seperti Plotinus dan Porphyry akhirnya juga memengaruhi Saint Augustine dan dengan demikian turut memengaruhi pemikiran Kristen. Plato adalah inovator dari dialog tertulis dan bentuk dialektika dalam filsafat.

Plato juga tampaknya adalah pendiri filsafat politik Barat. Kontribusinya yang paling terkenal menyandang namanya, Platonisme (juga secara ambigu disebut realisme Platonis atau idealisme Platonis). Dia juga diabadikan dalam istilah cinta Platonis dan Platonic solid.

Plato mengikuti pelajaran Sokrates dan pengaruhnya demikian kuat, sehingga menjadi muridnya yang setia. Sampai akhir hidupnya, Sokrates tetap menjadi pujaannya. Tidak lama setelah Sokrates meninggal, Plato pergi dari Athena. Mula-mula ia pergi ke Megara, tempat Euklides mengajarkan filsafatnya. Dari Megara pergi ke Kyrena, di sana ia memperdalam pengetahuannya tentang matematika kepada Theodoros.

Selanjutnya Plato pergi ke Italia Selatan dan terus ke Sirakusa. Karena dianggap berbahaya, Plato akhirnya ditangkap dan dijual sebagai budak. Plato diselamatkan oleh muridnya yang bernama Annikeris dengan cara dibelinya. Murid-murid Plato yang ada di Athena mengumpulkan uang untuk menggantinya, tetapi Annikeris tidak mau menerimanya. Akhirnya uang itu dibelikan sebidang tanah yang selajutnya diserahkan kepada Plato. Di tanah itulah, dibangun rumah dan pondok-pondok. Tempat itu kemudian diberi nama ‘Akademia’, yang di bawahnya tertulis “Orang yang tidak tahu matematika jangan masuk ke sini’. Di tempat itulah, sejak usia 40 tahun, pada tahun 387 SM sampai meninggalnya dalam usia 80 tahun. Ia mengajarkan filsafatnya dan mengarang tulisan yang terkenal sampai sekarang.

Seluruh karya Plato diyakini bertahan selama lebih dari 2.400 tahun. Meskipun popularitasnya berfluktuasi dari masa ke masa, karya-karya Plato tidak pernah kehilangan pembaca sejak saat pertama ditulis.

Intisari pemikiran filsafat Plato adalah pendapatnya tentang Idea. Konsep ‘pengertian’ yang dikemukakan Socrates diperdalam oleh Plato menjadi idea. Idea itu berbeda sekali dengan ‘pendapat orang-orang’. Berlakunya idea itu tidak bergantung kepada pandangan dan pendapat orang banyak. Idea timbul semata-mata dari kecerdasan berpikir.’Pengertian’ yang dicari dengan pikiran adalah idea. Idea pada hakekatnya sudah ada.

Idea dalam paham Plato tidak saja pengertian jenis, tetapi juga bentuk dari keadaan yang sebenarnya. Idea bukanlah suatu pikiran, melainkan suatu realita. Hubungan antara dunia yang nyata dan dunia yang tidak bertubuh menurut Plato serupa dengan hubungan konsep ‘menjadi’ dalam pemikiran Herakleitos dengan konsep ‘ada’ dalam pemikiran Parmenides. Idea menjadi dasar bagi yang ada; dunia atas idea menguasai kenyataan-kenyataan dalam dunia yang lahir, yang timbul, dan yang lenyap.

Apabila seseorang melihat seekor kuda yang gagah atau perempuan yang cantik, penglihatan itu sekedar mengingatkan tentang ‘pengertian gagah dan cantik’ yang ada dalam dunia idea, yang tidak seluruhnya tergambar dalam gambaran kuda yang gagah dan perempuan cantik. Pengertian ‘gagah’ yang sebenarnya bukanlah pula kumpulan segala yang gagah yang kelihatan pada binatang. Kuda yang tampak gagah dan perempuan yang tampak cantik tidak lain daripada tiruan akan gambaran yang tidak sempurna dari pada gambaran yang ada dalam pengertian.

Idea merupakan suatu kesatuan yang di dalamnya terdapat peringkatan derajat. Idea yang tertinggi adalah idea kebaikan, disusul kemudian dengan idea keindahan.

Berpikir dan mengalami menurut Plato adalah dua macam jalan yang berbeda untuk memperoleh pengetahuan. Pengetahuan yang dicapai dengan berpikir lebih tinggi nilainya dari pengetahuan yang diperoleh dengan pengalaman. Untuk menggambarkan hubungan antara pikiran dan pengalaman, Plato menjelaskannya dengan menyatakan adanya dua macam dunia, yaitu dunia yang kelihatan dan bertubuh dan dunia yang tidak kelihatan dan tidak bertubuh. Dunia yang tidak kelihatan dan tidak bertubuh adalah dunia idea, dunia imateril, tetap dan tidak berubah-ubah.

Semua pengetahuan adalah tiruan dari yang sebenarnya, yang timbul dalam jiwa sebagai ingatan kepada dunia yang asal. Di sini jiwa sebagai ‘penghubung’ antara dunia idea dan dunia yang bertubuh. Segala pengetahuan adalah bentuk daripada ingatan, demikian kata Plato. Dalam pekerjaan untuk memperoleh pengetahuan dengan pengertian, jiwa bergerak selangkah demi selangkah ke atas, ke dunia idea, dunia asalnya. Kerinduan jiwa untuk naik ke atas, ke tempat asalnya, adalah suatu gerak filosofis, gerak Eros, gerak cinta. Cinta pada pengetahuan, filosophia, menimbulkan tujuan untuk mengetahui.

Pemikiran etika Plato, sama dengan Sokrates, juga bersifat intelektual dan rasional. Dasar ajarannya adalah mencapai budi baik. Budi adalah tahu, oleh karena itu, orang yang berpengetahuan dengan sendirinya berbudi baik. Sebab itu, sempurnakanlah pengetahuan dengan pengertian. Tujuan hidup adalah untuk mencapai kesenangan, tetapi kesenangan hidup di sini bukanlah memuaskan hawa nafsu. Kesenangan hidup diperoleh dengan pengetahuan yang tepat tentang nilai barang-barang yang dituju.

Di bawah cahaya idea kebaikan dan keindahan orang harus mencapai terlaksananya keadilan dalam pergaulan hidup. Antara kepentingan orang-orang dan kepentingan masyarakat tidak boleh ada pertentangan. Manusia yang disinari oleh idea kebaikan, tidak dapat tidak akan mencintai kebaikan. Keinginannya tidak lain kecuali naik ke atas. Syarat untuk itu adalah dengan mengasah ‘budi’. Budi adalah tahu, siapa yang tahu akan yang baik, tidak akan dan tidakdapat menyimpang dari itu. Siapa yang cinta akan idea, pasti menuju kepada yang baik. Siapa yang hidup dalam dunia idea, tidak dapat berbuat jahat. Maka, untuk mencapai budi baik berarti menanam keinsafan untuk memiliki idea dengan pikiran.

Tentang konsep negara ideal Plato berpendapat bahwa peraturan yang menjadi dasar untuk mengurus kepentingan umum tidak boleh diputus oleh kemauan atau pendapat orang seorang atau oleh rakyat seluruhnya, melainkan ditentukan oleh suatu ajaran yang berdasarkan pengetahuan dengan pengertian. Pemerintahan harus dipimpin oleh idea yang tertinggi, yaitu idea kebaikan. Tujuan pemerintahan yang benar adalah mendidik warga negara mempunyai budi. Manusia memperoleh budi yang benar hanya dari pengetahuan, oleh karena itu ilmu harus berkuasa di dalam negara. Plato mengatakan bahwa ‘kesengsaraan dunia tidak akan berakhir, sebelumfilosof menjadi raja atau raja-raja yang filosof’.

Negara yang ideal harus berdasar pada keadilan. Keadilan adalah hubungan antara orang-orang yang bergantung pada suatu organisasi sosial’. Sebab itu masalah keadilan dapat dipelajari dari struktur masyarakat. Oleh karena struktur masyarakat bergantung kepada kelakuan manusia, maka kelakuan manusia itulah yang harus dibangun dan dibentuk melalui pendidikan. Negara, menurut Plato adalah manusia dalam ukuran besar. Kita tidak dapat mengharapkan negara menjadi baik, apabila kelakuan warga negara tidak bertambah baik.

Menurut Plato pembagian pekerjaan merupakan dasar untuk mencapai perbaikan hidup dan jalan bagi tercapainya keadilan. Plato, membagi warga negara ke dalam tiga golongan, yaitu:

  1. Golongan rakyat jelata, yang meliputi petani, pekerja, tukang, dan saudagar. Mereka merupakan dasar ekoomi bagi masyarakat dan memiliki hak milik dan berumah tangga.

  2. Golongan penjaga atau pembantu dalam urusan negara. Golongan ini bertugas untuk mempertahankan negara dari serangan musuh, dan menjamin peraturan dapat berlaku dalam kehidupan masyarakat. Mereka tidak boleh memiliki harta perorangan dan keluarga. Mereka tinggal dalam asrama, hidup dalam sistem komunisme yang seluas-luasnya, meliputi perempuan dan anak-anak. ‘Milik’ bersama atas perempuan tidak berarti bahwa mereka dapat memuaskan hawa nafsunya. Hubungan mereka dengan perempuan diatur oleh negara.

  3. Golongan pemerintah atau filosof. Mereka terpilih dari yang paling cakap an terbaik dari kelas penjaga, setelah menempuh pendidikan dan latihan special untuk tugas tertentu. Tugas mereka adalah membuat undang-undang dan mengawasi pelaksanaannya. Merek harus menyempurnakan budi yang tepat sesuai dengan golongannnya, yaitu budi kebijaksanaan.

    Semua golongan dari semua kelas adalah alat semata-mata untuk kesejahteraan semuanya. Kesejahteraan semua orang itulah yang menjadi tujuan sebenarnya. Golongan pengusaha menghasilkan, tetapi tidak memerintah; golongan penjaga melindungi, tetapi tidak memerintah; dan golongan cerdik pandai diberi makan dan dilindungi, dan meereka memerintah.

    Terkait pendidikan, menurut Plato pendidikan menjadi urusan yang terpenting bagi negara. Pendidikan anak-anak dari umur 10 tahun ke atas menjadi urusan negara, supaya mereka terlepas dari pengaruh orang tuanya. Dasar yang utama bagi anak-anak adalah olah raga dan musik. Dari usia 16 sampai 18 tahun diberi pelajaran matematika untuk mendidik jalan pikirannya. Pada usia 18-20 diberi pendidikan kemiliteran. Setelah mereka bekerja selama 15 tahun dan memasuki usia 50, mereka diterima dalam lingkungan pemerintahan dan filosof.

    Demikian beberapa pemikiran dari Plato yang besar pengaruhnya terhadap kehidupan sampai era modern, terutama di dunia Barat.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KOLOM kOMENTAR

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.