Daerah
Mesopotamia meliputi negara Irak pada masa sekarang. Mesopotamia berasal dari
dua kata, yaitu Mesos (= tengah) dan potamus (= sungai). Secara geografis
istilah ini sangat tepat mengingat Mesopotamia merupakan wilayah yang terletak
antara dua sungai yaitu sungai Tigris dan Eufrat, terbentang dari kaki bukit
Taurus-Armenia di utara sampai ke Teluk Persia. Wilayah ini di bagian barat
dibatasi oleh padang pasir Syria, dan di bagian timur dibatasi oleh pegunungan
Zagros.
Wilayah
Mesopotamia secara alami terdibagi ke dalam dua bagian, yaitu Mesopotamia atas
dan Mesopotamia Bawah atau Babilonia (dataran endapan tanah subur yang ada di
selatan Bagdad modern. Pada masa itu Mesopotamia Atas memiliki dua pusat
peradaban utama, satu berada di wilayah Eufrat Atas yang meliputi kota
kota-kota tua, seperti Carchemish, Harran, Gozan, Khabur, dan Mari. Di wilayah
ini berdiri kerajaan Hurrian di Mittani (abad 15 SM) dan kerajaan Amorite di
Mari (abad 18 SM). Pusat-pusat yang lain adalah Tiggris Atas dekat kuala (tempat
pertemuan air sungai Zab. Wilayah ini merupakan kerajaan Assyria dengan
kota-kota utamanya, Assur, Ninevah, Calah, dan Dur Sharrukin.
Daerah
di sekitar kedua sungai itu tanahnya sangat subur dan bentuknya melengkung
seperti bulan sabit sehingga sejarawan dari Amerika Serikat yaitu Breasted
menyebut Mesopotamia dengan ungkapan “The
Fertile Crescent Moon” (daerah bulan sabit yang subur). Sedangkan Sejarawan
Yunani kuno yang bernama Herodotus menyebut Mesopotamia sebagai “Tanah surga
yang cantik jelita”.
Keadaan
tanah yang subur serta sungai-sungai yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan
merupakan faktor pendukung bagi tumbuhnya peradaban suatu bangsa.Karena
letaknya pada suatu dataran yang luas tanpa pertahanan alam yang memadai maka perkembangan
Mesopotamia menjadi sasaran perebutan bangsa-bangsa di sekitarnya untuk mendiami
daerah tersebut. Bangsa-bangsa yang pernah mengembangkan peradabannya di
Mesopotamia adalah Sumeria, Akkadia, Babilonia, Assyria dan Babilonia Baru.
1.
Kehidupan
Sosial Bangsa Sumeria
Berdasarkan catatan sejarah, bangsa tertua yang menempati Mesopotamia
adalah bangsa Sumeria. Merekalah yang diduga telah menciptakan membuka
mesopotamia yang pada mulanya berupa rawa-rawa menjadi pusat peradaban dan
mengembangkan kebudayaan
irigasi pada masa Calcholithic (Obeidian), yang dimulai tidak jauh setelah 4000
SM. Pendudukan tanah genting lembah sungai Tigris-Eufrat, ini merupakan prestasi
kekuasaan kolektif manusia yang melahirkan peradaban ini.
Dikuasainya
rawa belantara tersebut merupakan sebuah prestasi sosial yang jauh lebih tinggi
daripada prestasi teknologi. Para pengolah tanah di oase-oase Asia Barat Daya
mungkin telah menemukan cara untuk meningkatkan irigasi alam lokal secara
artifisial. Untuk memanfaatkan tanah genting sungai kembar (Tigris-Eufrat) yang
dianggap sebagai hadiah, manusia harus menggunakan teknik irigasi tiruannya
dalam sekala yang membutuhkan kerja sama lebih banyak manusia. Dengan membuka
dan mengolah tanah genting di lembah bawah Tigris dan Eufrat tersebut, berarti
orang-orang Sumeria sedang menciptakan sebuah spesies baru masyarakat manusia
yang paling awal, peradaban-peradaban regional.
Selama
lima atau enam abad pertama dalam sejarah peradaban Sumeria (Sekitar 3100-2500
SM), negara-negara kota muncul berdampingan tanpa saling bersatu. Hal ini
terjadi mengingat masih sangat luasnya teritori rawa dan masih sedikitnya
jumlah penduduk yang ada. Sehingga setiap kelompok penduduk dapat mengolah dan
menikmati kekayaan rawa engan tidak terhingga.
Seiring
perkembangan jumlah penduduk masalah pun mulai bermunculan. Momentum politik penting
terjadi ketika domain negara-negara kota lokal yang semakin meluas
mengeliminasi zona-zona rawa yang mengisolasi dan menjadi saling bertetangga
secara langsung. Kesempurnaan kemenangan teknologi manusia atas alam di Sumeria
pada kenyatannya menimbulkan masalah politik dalam hubungan sesama manusia.
Negara-negara kota terus bertahan, setelah menjadi saling bertetangga,
masing-masing mempertahankan independensi kedaulatan lokalnya sendiri. Pada
fase ini, produktifitas tanah genting Tigris Eufrat begitu luar biasa, sehingga
sebagian hasilnya dapat menghidupi anggota perusahaan di sebuah negara kota
Sumeria secara mewah.
Sekitar
paro milinium ketiga SM, ciri yang menonjol bukanlah terpeliharanya status
istimewa “perusahaan” di setiap negara kota, tetapi persetruan antar negara
kota. Dari relief dasar yang menggambarkan Raja Eannatum di Lagash sedang
merayakan kemenangannya atas tetangganya, Umma, menunjukkan bahwa, sebelumnya,
peperangan antar negara di Sumeria telah menjadi sangat terorganisir dan
proporsional. Pasukan Raja Eannatum tidak hanya dilengkapi dengan helm-helm
(dari logam) yang mahal dan tameng-tameng yang memadai, tetapi mereka juga
dilatih secara baik untuk menyerang musuh dalam formasi ruas jari. Pangkal
pertikaian antara Lagash dan Umma pada masa Eannatum adalah kepemilikan sebuah
kanal di perbatasan antara dua negara tersebut, yang dapat menghasilkan tanah
produktif di tengahnya yang bergantung pada irigssi dan drainase dari kanal
yang diperebutkan tersebut.
Setelah
Umma, Negara kota bangsa Sumeria yang berkuasa berikutnya adalah Urukagina.
Urukagina mencaplok bukan hanya Lagash tetapi juga seluruh negara kota Sumeria.
Selanjutnya ia meluaskan kerajannya melampaui batas-batas Sumeria hingga
kerajaan ini membentang dari laut ke laut, yaitu dari ujung kepala teluk Persia
sampai pantai Mediterrania di Syria bagian utara.
Dalam
proses sejarah selanjutnya, Urukagina berhasil ditaklukan oleh Raja
Lugalzaggisi (2371-2347 SM). Prestasi Lugalzaggisi dalam menyatukan Sumeria
adalah secara politik, dan kemudian meluaskan kerajaannya ke arah barat laut
untuk menghasilkan kontrol tunggal atas air di Tigris dan Eufrat. Selanjutnya,
penguasa Sumeria ini memiliki sumber kayu Sumeria di Gunung Amanus, dan
kemungkinan juga sumber-sumber tembaga yang lebih jauh.
2.
Sistem Mata Pencaharian dan Religi
Bangsa
Sumeria mengembangkan kehidupannya dengan mengusahakan pertanian. Untuk
mengairi tanah pertaniannya dibuatlah saluran air dari kedua sungai itu. Pengolahan
tanah dilakukan dengan membajak menggunakan tenaga hewan yaitu keledai dan
lembu. Untuk mengangkut hasil panen dan keperluan yang lain mereka membuat
kereta atau gerobak yang diberi roda. Hasil utama pertanian ini adalah gandum
kemudian jemawut dan jelai. Konon bangsa Sumeria adalah bangsa yang mengenal
roda dan gandum yang pertama kali di dunia.
Satu
hal yang perlu diketahui bahwa orang-orang Sumeria yang berhasil menjinakkan
rawa-belantara ini bukanlah penduduk asli, karena sebelum dijinakkan rawa liar
tersebut tidak bisa ditempati manusia. Sebagian pemukiman Masyarakat Sumeria
paling awal adalah Ur, Uruk, dan Eridu yang semuanya berada di ujung barat daya
rawa besar ini yang bersebelahan dengan jazirah Arab. Walaupun berdekatan
dengan jazirah Arab, orang-orang Sumeria bukanlah berasal dari jazirah Arab,
karena bahasa mereka tidak memiliki afinitas dengan bahasa-bahasa keluarga
Semitik. Mereka berbeda dengan para migran berurutan yang berasal dari Arab ke
daerah-daerah Asia dan Afrika yang semuanya berbahasa Semitik.
Di samping pertanian, bangsa
Sumeria juga mengembangkan perdagangan. Hal ini didasarkan pada temuan berupa
ribuan meterai tanah liat yang antara lain berisi perjanjian dagang,
perhitungan pesanan barang-barang.
3.
Sistem Kepercayaan
Kepercayaan bangsa Sumeria
bersifat Polytheisme. Mereka percaya dan menyembah banyak dewa. Salah satu dewa
utama adalah Marduk. Dewa-dewa
bangsa Sumeria pada masa yang paling awal erat kaitannya dengan fenomena alam.
Bahkan dewa-dewa ini dikonsepsikan dalam bentuk manusia dan diorganisasikan
dalam satu negara-kosmik yang menggambanrkan bentuk-bentuk sosial dari Sumeria pra-monarki.
Dunia
para dewa merupakan makro-kosmos dari bangsa Sumeria, sementara kuil-kuil
duniawai adalah sebagai tempat tinggal para dewa. Majlis dewa-dewa antara lain
melibatkan empat dewa utama, yaitu Anu (dema langit tua yang berperan
sebagai kepala majlis dewa), Enlil (dewa halilintar muda), Ninkhursag
atau Ninmakh (sebagai ibu besar, personifikasi dewa kesuburan), dan Enki
(dewa air bawah tanah, sumber kekuatan penciptaan bumi. Tiga dewa penting
lainnya adalah Nanna (bulan), Utu (matahari), dan Inanna (Venus).
Perayaan keagamaan yang menggambarkan peperangan kosmogonik (asal-usul
terjadinya alam) yang dimainkan pada perayaan Tahun Baru, menempatkan Enlil
kemudian dewa Marduk dalam tradisi Babilonia, sebagai penumpas kekacauan dan
menggambil alih kedudukan raja.
Keberadaan
Dewa-dewa bagi bangsa Sumeria merupakan ide untuk menkontrol setiap aspek
kehidupan, khususnya kekuatan-kekuatan alam. Orang-orang Sumeria percaya bahwa
dewa-dewa dan dewi-dewi berprilaku layaknya manusia. Mereka makan, minum,
menikah, dan keluarga yang terkumpul. Disamping para dewa berprilaku adil dan
benar, mereka juga bertanggungjawab terhadap kekejaman dan penderitaan.
4.
Sistem
Pemerintahan
Kehidupan suatu bangsa tidak mungkin berjalan dengan baik
tanpa dipimpin oleh pemerintahan yang teratur. Bangsa Sumeria mengembangkan
pemerintahan yang berpusat di kota Ur dekat muara sungai Eufrat. Para penguasa
memiliki kekuasaan yang sangat besar. Selain sebagai kepala pemerintahan, Raja
juga sebagai kepala agama sehingga raja disebut Patesi (Pendeta Raja). Raja
bertanggungjawab terhadap kehidupan masyarakat baik lahir maupun batin. Raja harus mampu mengatur kehidupan ekonomi,
keamanan atau ketentraman, hukum dan peradilan serta kehidupan keagamaan.
Negara-kota
pada masa Mesopotamia yang paling awal diorganisasikan secara ekonomik dan
keagamaan dalam bentuk komunitas-komunitas yang dikepali seorang pendeta, yang
mewakili atau melambangkan dewa penolong atau dewa-dewa kota. Majlis politik
warga negara atau orang-orang sudah tua juga diatur. Kombinasi teokrasi dan
demokrasi primitif di kota-kota kekuasaan dipegang oleh seorang Ensi atau
gubernur. Dia memegang baik kekuasaan politik atau keagamaan, atau diperintah
oleh seorang raja atau Lugal, suatu sebutan superior yang sering dipakai
karena kedaulatannya yang luas. Pada masa imperium, kekuasaan politik
berkembang dalam bentuk monarki yang sangat bsentralitis
Salah seorang patesi bernama Ur
Nanshe. Ia adalah Raja yang membangun kota Lagash sekitar tahun 2500 SM.
Tindakan Ur Nanshe diikuti oleh Patesi (Raja)
Gudea yang memerintah kira-kira tahun 2400 SM. Dialah yang menjadikan
kota Lagash jadi kota yang paling berarti di Sumeria.
5.
Peninggalan
Bangsa Sumeria
Peradaban bangsa Sumeria yang telah tinggi dapat
diketahui melalui peninggalan budayanya sebagai berikut.
a. Bangunan
Pada umumnya ditemukan kuil untuk
pemujaan yang disebut ziggurat. Ziggurat berasal dari kata zagaru yang artinya
bangunan tinggi seperti gunung karena merupakan menara bertingkat yang makin
lama makin kecil. Pada masing-masing puncak zigurat berdiri kuil atau tempat
suci sebagai tempat pemimpin dewa atau dewa-dewa kota. Para pemimpin tinggal di
tempat yang sangan bagus dengan halaman gedung yang luas. Sementara itu,
masyarakat pada umumnya tinggal di rumah-rumah kecil yang terkumpul dan hanya
mempunyai jalan dan lorong-lorong ayng sempit. Para tukang batu yang praktek
berdagang, sama seperti tukang tenun atau tukang kayu, tinggal dan bekerja di
jalan yang sama. These shop-lined streets
formed a bazaar, the ancestor of today's shopping mall. Toko-toko
dipinggiran jalan inilah yang membentuk bazar, sebagai cikal bakal yang
sekarang disebut dengan mall.
b.
Tulisan
Pada sekitar
tahun 3200 SM Bangsa Sumeria diketahui sudah mengenal tulisan. Tulisan tersebut
sering disebut dengan Cuneiform Writing atau
tulisan paku.
yaitu
sistem tulisan yang kira-kira sejaman dengan hieroglyphics yang merupakan hasil
kebudayaan masyarakat Mesir kuno. Orang-orang Sumeria menggunakan alat yang
ditunjukkan secara jelas, yang disebut dengan stylus, untuk
menuliskan karakter-karakter yang terbentuk dari penggalan kecil pada lempengan
tanah liat yang lembut, yang kemudian diperkeras dengan membakarnya.
Membaca dan menulis tulisan Cuneiform
adalah sulit, karena alpabhetnya terdiri dari 550 karakter. Para ahli
menulis tuliasan Sumeria harus melelui beberapa tahun pendidikan dengan tekun
untuk mendapatkan kemahiran. Namun demikian, Cuneiform digunakan
secara luas di Timur Tengah selama ratusan tahun.
c. Pengetahuan dan sastra
Bangsa Sumeria memberikan sumbangan yang penting bagi dunia dalam bidang matematika.
Mereka mengembangkan hitungan dengan dasar 60 (disebut sixagesimal) Penemuan
mereka tentang hitungan lingkaran adalah 360o, satu jam adalah 60 menit, 1
menit adalah 60 detik masih kita gunakan sampai sekarang. Pengetahuan di atas
menjadi dasar untuk penghitungan waktu untuk satu hari adalah 24 jam, satu
bulan adalah 30 hari, satu tahun adalah 12 bulan. Penghitungan waktu disebut
dengan sistem penanggalan yang nanti dikembangkan oleh bangsa Babilonia.
Penghitungan kalender Babilonia berdasarkan pada peredaran Bulan (disebut
sistem lunar atau kalender Komariah).
Di samping itu
orang-orang Sumeria juga sudah mengembangkan sastra. Syair orang-orang Sumeria
yang berbentuk cerita, yang sering disebut dengan The Epic of Gilgamesh,
adalah satu karya yang tertua dari bentuk sastra di dunia ini. Syair
kepahlawanan ini adalah koleksi cerita tentang seorang pahlawan yang disebut
Gilgamesh. Satu dari perjalanan Gilgamesh di dunia adalah mencari keabadian
hidup. Dalam perjalanannya, dia menemukan satu orang yang selamat dari banjir
yang besar yang merusak dunia. Dalam akhir cerita, Gilgamesh telah belajar
kebenaran yang terbesar tentang keseluruhannya, bahwa pahlawan pasti mati
karena pertempuran, dan membutuhkan peranakan keledai untuk membawa
barang-barang.
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusmakasih atas infonya, kunjungi http://bit.ly/2IcFh7H
BalasHapus