Enang Cuhendi
“Gunung kaian, gawir awian, cinyusu
rumatan, pasir talunan, lebak caian, sempalan kebonan, walungan rawatan, legok
balongan, dataran sawahan, situ pulsaraeun, lembur urusan jeung basisir jagaeun.”
Keasrian Situ Cisanti
Sumber: Medcom.id - Octa
Nama Situ Cisanti mungkin masih terasa asing bagi sebagian masyarakat. Hal berbeda kalau kita misalnya menyebut Situ Patenggang di Rancabali Ciwidey Kabupaten Bandung, Situ Cileunca di Pangalengan Kabupaten Bandung, Situ Bagendit di Banyuresmi Garut atau mungkin Situ Ciburuy di Padalarang Bandung Barat. Keempat nama situ atau danau tersebut sudah begitu akrab di telinga masyarakat, khususnya warga Jawa Barat. Bahkan lokasi-lokasi tersebut selalu menjadi destinasi wisata di kala libur tiba.
Keberadaan Situ Cisanti memang baru dikenal
belakangan. Tapi jangan salah, keindahan Situ Cisanti tak kalah dengan
situ-situ lainnya. Ketika berkunjung kesini, para pengunjung akan disuguhi
dengan pemandangan rimbun pepohonan serta air telaga yang jernih. Dian Diana
(2017: 1) menyebutnya sebagai danau camperenik
atau danau kecil tetapi sangat menarik dengan kondisi alam yang sangat
menyejukan mata layaknya surga tersembunyi.
Bahkan nama Cisanti sebenarnya sudah dikenal jauh
lebih lama. Nama Cisanti disebut dalam Naskah Bujangga Manik, suatu kisah
perjalanan yang kaya dengan nama-nama geografi di Pulau Jawa dari
abad ke-15. “... meuntas aing di Cisanti
sananjak ka Gunung Wayang...” artinya “.., aku menyeberang di Cisanti
mendaki ke Gunung Wayang. (Dian Diana, 2017: 17).
Berkaitan dengan nama Cisanti, T. Bachtiar
(2014) sebagaimana dikutip Dian Diana (2017: 16) menjelaskan bahwa nama
tersebut berasal dari dua kata, Ci dan Santi. Ci dalam bahasa Sunda berarti cai atau air, sedangkan santi artinya suci atau mensucikan.
Secara umum yang dimaksud dengan Cisanti bisa diartikan dengan air suci atau
air yang mensucikan. Masyarakat sekitar Cisanti sebagai mata air suci, dan
keberadaannya dikaitkan dengan kisah perjalanan Bujangga Manik atau Pangeran
Jaya Pakuan pada abad Ke-16 dan Pangeran Dipati Ukur. Dua tokoh yang dipandang
suci dan ksatria. Selain itu, masyarakat juga selalu mengaitkan Cisanti dengan
legenda kisah cinta suci Gagak Taruna dan Nyi Kantri Manik.
Secara geografis Situ Cisanti berlokasi di kampung Desa
Tarumajaya, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung. Tepatnya di kaki Gunung
Wayang dengan ketinggian 2.181mdpl. Luas Situ Cisanti hanya 7 hektar, tapi secara
keseluruhan kawasan Situ Cisanti memiliki luas 304, 58 hektar. Selain
Gunung Wayang, Situ Cisanti juga dikelilingi oleh gunung lainnya seperti Gunung
Rakutak, Gunung Malabar, Bukit Bedil dan Gunung Kendang. Wilayahnya berbatasan
dengan beberapa desa. Batas sebelah utara adalah Desa Cibeureum dan Cikembang.
Di selatan ada desa Neglawangi dan Santosa. Sedangkan di sebelah timur
berbataan dengan desa Cikembang dan Kabupaten Garut. Kecamatan Pangalengan
menjadi pembatas di sebelah barat.
Untuk tiba di Situ Cisanti, membutuhkan waktu
sekitar 2-3 jam dari Kota Bandung jika tidak macet. Ada dua jalur yang dapat
ditempuh, pertama jalur Alun-Alun
Ciparay. Dari terminal Ciparay, kita bisa mengambil jalan menuju Kecamatan
Pacet menuju arah Kecamatan Kertasari. Satu catatan, jalur melalui ciparay
lebih pendek, tetapi jalannya kurang baik dan tanjakannya lumayan terjal. Jalur kedua
melalui Pangalengan. Meskipun agak memutar, jalur ini menyajikan pemandangan
yang sangat indah. Barisan kebun teh dan banyak bunga liar berwarna-warni yang
tumbuh menemani perjalanan menuju Situ Cisanti. Ditambah lagi dengan
bangunan-bangunan tua dengan desain khas warisan Belanda. Perkebunan teh yang dilewati
milik beberapa perusahaan, seperti perkebunan dan pabrik teh Malabar,
Pasir Junghun, Taloon, dan Teh Talun Sentosa.
Sebelum dibangun seperti sekarang, Situ Cisanti
dulunya hanya berupa rawa-rawa. Konon katanya ada tujuh mata air yang
mengalirinya. Ketujuh mata air yang sangat menentukan keberlangsungan Situ
Cisanti tersebut adalah: mata air Pangsiraman, Cikahuripan, Cikawedukan,
Kolaberes, Cihaniwung, Cisadane, dan Cisanti. (Dian Diana, 2017: 3). Dari
ketujuh mata air tersebut hanyalah mata air Pangsiraman yang bisa bebas
dikunjungi dan itupun tidak bisa leluasa, karena banyak larangan terkait dengan
kepercayaan masyarakat sekitar yang tentunya harus pengunjung hargai. Mata air
Pangsiraman diyakini sebagai tempat bertapanya Dipati Ukur, penguasa Tanah Ukur
(Bandung sekarang) semasa Sultan Agung dari Mataram.
Keberadaan
Situ Cisanti menjadi teramat penting mengingat ada kaitannya dengan Sungai
Citarum atau Ci Tarum, sungai terpanjang di wilayah Jawa Barat. Situ Cisanti
merupakan hulu sungai Ci Tarum yang selanjutnya mengalir sepanjang 269 km
melalui lima kabupaten, yaitu, Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Purwakarta, Kerawang,
dan Bekasi.
Seandainya Situ Cisanti tidak dipelihara dengan baik
maka dampaknya akan terasa oleh Sungai Ci Tarum. Debit air di hulu berkurang
otomatis aliran air ke hilir pun akan sedikit. Oleh karena pelestarian Situ
Cisanti dan kawasan sekitarnya mutlak sangat dibutuhkan.
Di era 1990-an Cisanti merupakan kawasan hutan.
Kemudian warga menggunakan lahan untuk berkebun sayuran. Pada ahun 1994 sampai
2003 terjadi perambahan hutan dan penjarahan kayu yang tak terkendali di hutan
sekitar Situ Cisanti. Ini sebagai akibat tingginya angka pengangguran dan
terbatasnya lahan adat. Perlu diketahui, bahwa sebagian besar lahan di Kawasan
Situ Cisanti merupakan lahan milik PTP Nusantara VIII dan PT LondonSumatera
/kertasari. Sehingga hutan lahan menjadi
gundul dan tak berfungsi normal. Pengaliran air ke situ semakin kecil dan situ
mulai mengering.
Sepuluh tahun kemudian upaya untuk mengatasi masalah
hutan gundul dan alih fungsi hutan mulai mendapat perhatian. Adalah Agus
Derajat yang disebut agen pembaru dan mayarakat yang berperan penting dalam
menghijaukan kawasan sekitar Situ Cisanti. Atas upaya tak kenal lelah dari Agus
Derajat, seorang Kepala SD yang merupakan alumnus Pendidikan Matematika UPI,
Situ Cisanti bisa kembali normal.
Mulai tahun 2001 Agus Derajat tak kenal lelah
mengajak para petani untuk melestarikan kawasan Situ Cisanti. Tantangan yang
keras tidak membuat tekad Agus Derajat surut. Ia bersama masyarakat yang
sepemikiran mulai menata lingkungan sekitar situ. Tekad semakin kuat setelah
tahun 2003 Pemerintah Provinsi Jawa Barat melaui Gubernur H.RR Nuriana
mengeluarkan program “Citarum Bergetar” yaitu Citarum Bersih, Geulis dan
Lestari.
Konsep penanganan masalah Kawasan sekitar Situ
Cisanti didasarkan pada kearifan lokal. Ungkapan sesepuh Sunda sebagaimana ditulis
diawal tulisan ini dijadikan pijakan untuk melestarikan lingkungan. Ungkapan “Gunung
kaian, gawir awian, cinyusu rumatan, pasir talunan, lebak caian, sempalan
kebonan, walungan rawatan, legok balongan, dataran sawahan, situ pulsaraeun,
lembur urusan jeung basisir jagaeun.” benar-benar dipraktekan. Enam dari
dua belas ungkapan dijadikan pedoman pelestarian di Situ Cisanti. Keenam
ungkapan tersebut adalah “Gunung kaian,
pasir talunan, situ pulsaraeun, legok balongan, cinyusu rumatan, lembur urusan.
Selama masa pembenahan 83 ribu ton gulma berhasil diangkut
dari Situ Cisanti. Lalu, terbukalah lahan situ ada enam sampai tujuh hektar. Kondisi
terus mengalami perubahan berlanjut hingga sekarang. Masyarakat pun lebih sadar
akan lingkungan dan yang lebih mengejutkan lagi Situ Cisanti sekarang bisa
menjadi objek wisata. Revitalisasi Citarum harus menjadi semangat bagi seluruh
pihak dengan tujuan agar ada tanggung jawab untuk melestarikan sungai Citarum.
Kini, suasana sekitar danau tampak asri dan indah.
Warga pun berdatangan untuk menikmati suasana tersebut. Pengunjung juga
memanfaatkan keasrian danau sebagai latar swafoto. Bahkan Presiden Joko Widodo pun
menyempatkan diri mengunjungi Situ Cisanti pada Kamis 22 Februari 2018 pagi.
Sumber
Bacaan:
Dian
Diana, 2017, Situ Cisanti, Danau
Camperenik Hulu Sungai Citarum, MG Publishing, Bandung
Fairuz
Rana Ulfah , “Situ Cisanti, Danau Eksotis dan Misterius Di antara Perkebunan
Teh” www.goodnewsfromindonesia.id 28 Desember
2016 09:10 WIB https://www.goodnewsfromindonesia.id/2016/12/28/situ-cisanti-danau-eksotis-dan-misterius-di-antara-perkebunan-teh diakses 28 Desember 2018 pukul 10.20
Octavianus Dwi Sutrisno
“Situ Cisanti, Daerah Hulu
Sungai Citarum” www.metrotvnews.com Kamis, 22 Feb 2018 16:02 WIB http://jabar.metrotvnews.com/peristiwa/GbmJ18ek-situ-cisanti-daerah-hulu-sungai-citarum diakses 28
desember 2018 pukul 10.39
Tommy Bernadus, “Berpetualang ke Situ Cisanti, Kilometer 0
Sungai Citarum”, www.travel.detik.com Sabtu, 01 Sep 2018 11:45 WIB https://travel.detik.com/dtravelers_stories/u-4151259/berpetualang-ke-situ-cisanti-kilometer-0-sungai-citarum diakes 28 Desember 2016 11:10 WIB
Dhafi Paparu, “Menyusuri Sungai Citarum Hingga Mata Air Situ
Cisanti”, https://travel.detik.com/dtravelers_stories/u-1720174/menyusuri-sungai-citarum-hingga-mata-air-situ-cisanti/2/#detail__photo
, Selasa, 13 Sep 2011 11:24 WIB , diakses 25 Desember 2018 pukul 23.18