Senin, 31 Desember 2018

EKSOTISME SITU CISANTI DI HULU SUNGAI CITARUM


Oleh:
Enang Cuhendi

“Gunung kaian, gawir awian, cinyusu rumatan, pasir talunan, lebak caian, sempalan kebonan, walungan rawatan, legok balongan, dataran sawahan, situ pulsaraeun, lembur urusan jeung basisir jagaeun.”


Keasrian Situ Cisanti
Sumber:  Medcom.id - Octa

Nama Situ Cisanti mungkin masih terasa asing bagi sebagian masyarakat. Hal berbeda kalau kita misalnya menyebut Situ Patenggang di Rancabali Ciwidey Kabupaten Bandung, Situ Cileunca di Pangalengan Kabupaten Bandung, Situ Bagendit di Banyuresmi Garut atau mungkin Situ Ciburuy di Padalarang Bandung Barat. Keempat nama situ atau danau tersebut sudah begitu akrab di telinga masyarakat, khususnya warga Jawa Barat. Bahkan lokasi-lokasi tersebut selalu menjadi destinasi wisata di kala libur tiba.
Keberadaan Situ Cisanti memang baru dikenal belakangan. Tapi jangan salah, keindahan Situ Cisanti tak kalah dengan situ-situ lainnya. Ketika berkunjung kesini, para pengunjung akan disuguhi dengan pemandangan rimbun pepohonan serta air telaga yang jernih. Dian Diana (2017: 1) menyebutnya sebagai danau camperenik atau danau kecil tetapi sangat menarik dengan kondisi alam yang sangat menyejukan mata layaknya surga tersembunyi.
Bahkan nama Cisanti sebenarnya sudah dikenal jauh lebih lama. Nama Cisanti disebut dalam Naskah Bujangga Manik, suatu kisah perjalanan yang kaya dengan nama-nama geografi di Pulau Jawa dari abad ke-15. “... meuntas aing di Cisanti sananjak ka Gunung Wayang...” artinya “.., aku menyeberang di Cisanti mendaki ke Gunung Wayang. (Dian Diana, 2017: 17).
Berkaitan dengan nama Cisanti,  T. Bachtiar  (2014) sebagaimana dikutip Dian Diana (2017: 16) menjelaskan bahwa nama tersebut berasal dari dua kata, Ci dan Santi. Ci dalam bahasa Sunda berarti cai atau air, sedangkan santi artinya suci atau mensucikan. Secara umum yang dimaksud dengan Cisanti bisa diartikan dengan air suci atau air yang mensucikan. Masyarakat sekitar Cisanti sebagai mata air suci, dan keberadaannya dikaitkan dengan kisah perjalanan Bujangga Manik atau Pangeran Jaya Pakuan pada abad Ke-16 dan Pangeran Dipati Ukur. Dua tokoh yang dipandang suci dan ksatria. Selain itu, masyarakat juga selalu mengaitkan Cisanti dengan legenda kisah cinta suci Gagak Taruna dan Nyi Kantri Manik.
Secara geografis Situ Cisanti berlokasi di kampung Desa Tarumajaya, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung. Tepatnya di kaki Gunung Wayang dengan ketinggian 2.181mdpl. Luas Situ Cisanti hanya 7 hektar, tapi secara keseluruhan kawasan Situ Cisanti memiliki luas 304, 58 hektar. Selain Gunung Wayang, Situ Cisanti juga dikelilingi oleh gunung lainnya seperti Gunung Rakutak, Gunung Malabar, Bukit Bedil dan Gunung Kendang. Wilayahnya berbatasan dengan beberapa desa. Batas sebelah utara adalah Desa Cibeureum dan Cikembang. Di selatan ada desa Neglawangi dan Santosa. Sedangkan di sebelah timur berbataan dengan desa Cikembang dan Kabupaten Garut. Kecamatan Pangalengan menjadi pembatas di sebelah barat.
Untuk tiba di Situ Cisanti, membutuhkan waktu sekitar 2-3 jam dari Kota Bandung jika tidak macet. Ada dua jalur yang dapat ditempuh, pertama jalur Alun-Alun Ciparay. Dari terminal Ciparay, kita bisa mengambil jalan menuju Kecamatan Pacet menuju arah Kecamatan Kertasari. Satu catatan, jalur melalui ciparay lebih pendek, tetapi jalannya kurang baik dan tanjakannya lumayan terjal.  Jalur kedua melalui Pangalengan. Meskipun agak memutar, jalur ini menyajikan pemandangan yang sangat indah. Barisan kebun teh dan banyak bunga liar berwarna-warni yang tumbuh menemani perjalanan menuju Situ Cisanti. Ditambah lagi dengan bangunan-bangunan tua dengan desain khas warisan Belanda. Perkebunan teh yang dilewati milik beberapa perusahaan, seperti perkebunan dan pabrik teh Malabar,  Pasir Junghun, Taloon, dan Teh Talun Sentosa.
Sebelum dibangun seperti sekarang, Situ Cisanti dulunya hanya berupa rawa-rawa. Konon katanya ada tujuh mata air yang mengalirinya. Ketujuh mata air yang sangat menentukan keberlangsungan Situ Cisanti tersebut adalah: mata air Pangsiraman, Cikahuripan, Cikawedukan, Kolaberes, Cihaniwung, Cisadane, dan Cisanti. (Dian Diana, 2017: 3). Dari ketujuh mata air tersebut hanyalah mata air Pangsiraman yang bisa bebas dikunjungi dan itupun tidak bisa leluasa, karena banyak larangan terkait dengan kepercayaan masyarakat sekitar yang tentunya harus pengunjung hargai. Mata air Pangsiraman diyakini sebagai tempat bertapanya Dipati Ukur, penguasa Tanah Ukur (Bandung sekarang) semasa Sultan Agung dari Mataram.
 Keberadaan Situ Cisanti menjadi teramat penting mengingat ada kaitannya dengan Sungai Citarum atau Ci Tarum, sungai terpanjang di wilayah Jawa Barat. Situ Cisanti merupakan hulu sungai Ci Tarum yang selanjutnya mengalir sepanjang 269 km melalui lima kabupaten, yaitu, Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Purwakarta, Kerawang, dan Bekasi.
Seandainya Situ Cisanti tidak dipelihara dengan baik maka dampaknya akan terasa oleh Sungai Ci Tarum. Debit air di hulu berkurang otomatis aliran air ke hilir pun akan sedikit. Oleh karena pelestarian Situ Cisanti dan kawasan sekitarnya mutlak sangat dibutuhkan.
Di era 1990-an Cisanti merupakan kawasan hutan. Kemudian warga menggunakan lahan untuk berkebun sayuran. Pada ahun 1994 sampai 2003 terjadi perambahan hutan dan penjarahan kayu yang tak terkendali di hutan sekitar Situ Cisanti. Ini sebagai akibat tingginya angka pengangguran dan terbatasnya lahan adat. Perlu diketahui, bahwa sebagian besar lahan di Kawasan Situ Cisanti merupakan lahan milik PTP Nusantara VIII dan PT LondonSumatera /kertasari.  Sehingga hutan lahan menjadi gundul dan tak berfungsi normal. Pengaliran air ke situ semakin kecil dan situ mulai mengering.
Sepuluh tahun kemudian upaya untuk mengatasi masalah hutan gundul dan alih fungsi hutan mulai mendapat perhatian. Adalah Agus Derajat yang disebut agen pembaru dan mayarakat yang berperan penting dalam menghijaukan kawasan sekitar Situ Cisanti. Atas upaya tak kenal lelah dari Agus Derajat, seorang Kepala SD yang merupakan alumnus Pendidikan Matematika UPI, Situ Cisanti bisa kembali normal.
Mulai tahun 2001 Agus Derajat tak kenal lelah mengajak para petani untuk melestarikan kawasan Situ Cisanti. Tantangan yang keras tidak membuat tekad Agus Derajat surut. Ia bersama masyarakat yang sepemikiran mulai menata lingkungan sekitar situ. Tekad semakin kuat setelah tahun 2003 Pemerintah Provinsi Jawa Barat melaui Gubernur H.RR Nuriana mengeluarkan program “Citarum Bergetar” yaitu Citarum Bersih, Geulis dan Lestari.
Konsep penanganan masalah Kawasan sekitar Situ Cisanti didasarkan pada kearifan lokal. Ungkapan sesepuh Sunda sebagaimana ditulis diawal tulisan ini dijadikan pijakan untuk melestarikan lingkungan.  Ungkapan “Gunung kaian, gawir awian, cinyusu rumatan, pasir talunan, lebak caian, sempalan kebonan, walungan rawatan, legok balongan, dataran sawahan, situ pulsaraeun, lembur urusan jeung basisir jagaeun.” benar-benar dipraktekan. Enam dari dua belas ungkapan dijadikan pedoman pelestarian di Situ Cisanti. Keenam ungkapan tersebut adalah “Gunung kaian, pasir talunan, situ pulsaraeun, legok balongan, cinyusu rumatan, lembur urusan.
Selama masa pembenahan 83 ribu ton gulma berhasil diangkut dari Situ Cisanti. Lalu, terbukalah lahan situ ada enam sampai tujuh hektar. Kondisi terus mengalami perubahan berlanjut hingga sekarang. Masyarakat pun lebih sadar akan lingkungan dan yang lebih mengejutkan lagi Situ Cisanti sekarang bisa menjadi objek wisata. Revitalisasi Citarum harus menjadi semangat bagi seluruh pihak dengan tujuan agar ada tanggung jawab untuk melestarikan sungai Citarum.
Kini, suasana sekitar danau tampak asri dan indah. Warga pun berdatangan untuk menikmati suasana tersebut. Pengunjung juga memanfaatkan keasrian danau sebagai latar swafoto. Bahkan Presiden Joko Widodo pun menyempatkan diri mengunjungi Situ Cisanti pada Kamis 22 Februari 2018 pagi.

Sumber Bacaan:
Dian Diana, 2017, Situ Cisanti, Danau Camperenik Hulu Sungai Citarum, MG Publishing, Bandung
Fairuz Rana Ulfah , “Situ Cisanti, Danau Eksotis dan Misterius Di antara Perkebunan Teh” www.goodnewsfromindonesia.id  28 Desember 2016 09:10 WIB https://www.goodnewsfromindonesia.id/2016/12/28/situ-cisanti-danau-eksotis-dan-misterius-di-antara-perkebunan-teh diakses 28 Desember 2018 pukul 10.20
Octavianus Dwi Sutrisno    “Situ Cisanti, Daerah Hulu Sungai Citarum”  www.metrotvnews.com     Kamis, 22 Feb 2018 16:02 WIB  http://jabar.metrotvnews.com/peristiwa/GbmJ18ek-situ-cisanti-daerah-hulu-sungai-citarum  diakses 28 desember 2018 pukul 10.39
Tommy Bernadus, “Berpetualang ke Situ Cisanti, Kilometer 0 Sungai Citarum”,  www.travel.detik.com   Sabtu, 01 Sep 2018 11:45 WIB https://travel.detik.com/dtravelers_stories/u-4151259/berpetualang-ke-situ-cisanti-kilometer-0-sungai-citarum diakes 28 Desember 2016 11:10 WIB
Dhafi Paparu, “Menyusuri Sungai Citarum Hingga Mata Air Situ Cisanti”, https://travel.detik.com/dtravelers_stories/u-1720174/menyusuri-sungai-citarum-hingga-mata-air-situ-cisanti/2/#detail__photo , Selasa, 13 Sep 2011 11:24 WIB , diakses 25 Desember 2018 pukul 23.18