Minggu, 14 Februari 2021

Membangun Negeri dengan Ekonomi Kreatif


 Oleh Enang Cuhendi


Negeri yang maju, subur, makmur dan sejahtera adalah impian setiap bangsa. Di dalam negeri yang seperti ini tentunya rakyat diharapkan hidup bahagia tidak kurang suatu apapun. Segala kebutuhan jasmani dan rohaninya mampu terpenuhi.

Untuk mencapai kehidupan seperti digambarkan di atas tentunya diperlukan satu upaya yang maksimal dari seluruh elemen bangsa. Tidak hanya pemerintah, tapi semua unsur masyarakat juga harus turut ikut berperan. Peran yang positif tentunya adalah yang paling diharapkan. Kerja keras, kekompakan dan kebersamaan mutlak diperlukan.

Salah satu upaya untuk mencapai kemakmuran adalah dengan meningkatkan devisa negara. Dengan kepemilikkan cadangan devisa yang besar maka setiap sektor kehidupan dapat leluasa dibangun. Cadangan devisa yang besar akan mampu membiayai semua aktivitas pembangunan, baik fisik maupun non fisik. Dengan pembangunan yang merata dan seimbang inilah negara yang makmur sejarah akan teraih.

Salah satu sumber yang bisa ditingkatkan untuk meraih devisa yang besar  adalah melalui perdagangan. Bukan perdagangan dalam negeri, tetapi perdagangan antar negara atau perdagangan internasional. Perdagangan dalam skala yang lebih luas, baik dalam lingkup regional Asia Tenggara maupun dunia secara keseluruhan. Dengan neraca perdangan yang baik, di mana nilai ekspor harus lebih tinggi dari impor, akan diraih devisa yang besar.

Satu yang menjadi catatan, untuk saat ke depan tentunya kita tidak bisa lagi hanya mengandalkan minyak dan gas (migas) semata sebagai komoditas ekspor. Kondisi migas yang pernah menjadi primadona ekspor negara kita pada masa Orde Baru sudah tidak bisa diharapkan lagi. Kondisi cadangan migas sebagai salah satu sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui semakin lama semakin menipis. Cadangan minyak bumi kita semakin menyusut jadi sudah tidak bisa diandalkan lagi untu meraih devisa. Sebagiamana dikutip dari situs www.liputan6.com menurut Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Dwi Soetjipto, saat ini Indonesia memiliki cadangan minyak sebesar 3,8 milyar barel dan gas sebesar 77 triliun tcf (kaki kubik). Ini hanya setara dengan 0,2% cadangan dunia.

Oleh karena itu bijak rasanya kalau ekspor kita harus segera beralih ke sektor non migas. Salah satu komoditas ekspor non migas yang masih terbuka besar peluangnya untuk dikembangkan adalah sektor ekonomi kreatif. Dalam cetak biru Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2009-2015, ekonomi kreatif didefinisikan sebagai "Era baru ekonomi setelah ekonomi pertanian, ekonomi industri dan ekonomi informasi, yang mengintensifkan informasi dan kreativitas dengan mengandalkan ide dan pengetahuan dari sumber daya manusia sebagai faktor produksi utama dalam kegiatan ekonominya. Lebih jelasnya inti dari ekonomi kreatif (ekraf)ditujukan pada mereka yang mengedepankan kreatifitas, pengetahuan, serta ide ide cemerlang seseorang untuk memajukan roda perekonomian.

Era revolusi industri 4.0 menjadikan ekonomi kreatif menjadi salah satu isu strategis yang layak mendapatkan pengarusutamakan sebagai pilihan strategi memenangkan persaingan global. Ini ditandai dengan terus dilakukannya inovasi dan kreativitas guna meningkatkan nilai tambah ekonomi melalui kapitalisasi ide kreatif. 

Pada era ekonomi keempat atau ekonomi kreatif ini Indonesia memiliki peluang yang besar untuk bersaing. Jumlah penduduk yang banyak bisa menjadi aset berharga yang dapat dimanfaatkan untuk ekspor yang berkelanjutan.

Sektor apa saja yang bisa masuk lingkup ekonomi kreatif? Setidaknya ada 15 sektor, yaitu: (1) arsitektur; (2) desain; (3) film, video dan fotografi; (4) kerajinan; (5) mode, (6) kuliner; (7) musik; (8) penerbitan; (9) periklanan; (10) game interaktif; (11) penelitian dan pengembangan; (12) seni rupa; (13) seni pertunjukkan; (14) teknologi informasi; dan (15) televisi dan radio. 

Berdasarkan data yang dihimpun dalam buku Ekspor Ekonomi Kreatif 2010-2016 yang dikeluarkan BPS RI dan BEKRAF RI tercatat pertumbuhan ekspor ekonomi kreatif naik secara positif. Nilai ekspor Indonesia tahun 2010 secara total mencapai US$157,78 miliar. Selanjutnya pada tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 28,98 persen menjadi US$203,50 miliar. Selama tahun 2012 sampai 2016, nilai ekspor Indonesia cenderung terus mengalami penurunan. Namun sebaliknya ekspor komoditas ekraf Indonesia cenderung terus mengalami peningkatan. Tahun 2010 nilai ekspor ekraf hanya sebesar US$13,51 miliar, terus mengalami peningkatan setiap tahunnya sehingga mencapai US$19,99 miliar pada tahun 2016.

Memang tidak semua komoditas subsektor-subsektor ekraf ada dalam seri data ekspor Indonesia. Dalam buku tersebut disebutkan bahwa selama periode 2010–2016 hanya ada tujuh subsektor ekraf yang komoditasnya diekspor ke luar negeri yaitu film, animasi dan video; kriya; kuliner; musik; fashion; penerbitan; dan seni rupa. Dari ketujuh subsektor tersebut, 90 persen lebih merupakan ekspor komoditas fashion dan kriya, sekitar enam persen adalah ekspor komoditas subsektor kuliner dan sisanya adalah ekspor dari komoditas subsektor penerbitan; seni rupa; musik; serta film, animasi, dan video. Subsektor film, animasi, dan video merupakan subsektor yang memiliki nilai ekspor terkecil selama periode 2010−2016, dan ekspor komoditas ini hanya ada pada tahun 2011, 2015, dan 2016. 

Walaupun demikian jika nilai ekspor ekraf Indonesia terus meningkat maka lambat laun ekspor Indonesia secara total tentu juga akan meningkat. Sehingga tidak berlebihan jika dikatakan bahwa ekspor ekraf Indonesia di masa yang akan datang merupakan salah satu potensi besar yang bisa diharapkan mampu mendorong kembali peningkatan ekspor Indonesia secara keseluruhan. Pada akhirnya akan meningkatkan cadangan devisa negara kita dan mampu meningkatkan kemakmuran semua lapisan masyarakat. Untuk itu pengembangan ekonomi kreatif harus terus didorong dan ditingkatkan. 


Untuk LKPD bisa diunduh di sini






 

 

Rabu, 10 Februari 2021

Meraih Devisa Negara dari Perdagangan Internasional

Oleh:  Enang Cuhendi

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa setiap negara membutuhkan devisa yang banyak untuk bisa membangun negaranya. Devisa biasa diartikan sebagai sejumlah emas atau valuta asing yang bisa digunakan untuk transaksi pembayaran dengan luar negeri yang diterima dan diakui luas oleh dunia internasional. Ada juga yang mengartikan devisa sebagai kekayaan yang dimiliki oleh negara dalam bentuk mata uang asing ataupun barang. Keduanya pada intinya sama saja.

Devisa memiliki banyak fungsi. Biasanya difungsikan sebagai: alat pembayaran hutang luar negeri, alat transaksi pembayaran barang dan jasa luar negeri (perdagangan, ekspor, impor, dan seterusnya), alat transaksi pembiayaan hubungan dengan luar negeri seperti membiayai kedutaan, misi budaya dan olah raga, hadiah atau bantuan atau sebagai juga sebagai sumber pendapatan negara.

Darimana devisa didapat? Devisa bisa didapat dari banyak sumber. Di antaranya dari: hasil pinjaman atau hutang dari negara lain, hadiah, bantuan atau sumbangan luar negeri, penerimaan deviden atau jasa serta bunga dari luar negeri, kiriman valuta asing dari luar negeri, wisatawan yang belanja di dalam negeri dan pungutan bea masuk. Satu lagi sumber devisa adalah dari hasil kegiatan perdagangan internasional, terutama ekspor.

Perdangan internasional atau perdangan antar negara memiliki dua kegiatan utama, yang ekspor dan impor. Ekspor merupakan aktivitas menjual barang keluar negeri. Sedangkan impor adalah aktivitas membeli barang dari luar negeri.Dari dua aktivitas utama perdagangan internasional yang perlu terus ditingkatkan volumenya tentunya ekspor bukan impor. Kegiatan ekspor akan semakin menambah cadangan devisa negara, sedangkan impor sebaliknya hanya akan menguras cadangan devisa yang kita miliki.

Sayangnya berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) RI sepanjang 2019 neraca perdagangan Indonesia masih mengalami rugi (defisit) sebesar 3,20 miliar dollar AS. Secara keseluruhan, rinciannya ekspor migas sepanjang 2019 tercatat mencapai 12,53 miliar dollar AS dan kinerja impor tercatat mencapai 21,88 miliar dollar AS. Kinerja impor non migas mencapai 148,83 miliar dollar AS dan ekspor tercatat sebesar 154,98 miliar dollar AS. Artinya neraca non migas masih mencatatkan surplus sebesar 6,15 miliar dollar AS.

Kondisi tersebut tentunya kurang bagus, karena setidaknya untuk menutupinya ada sebesar 3,20 miliar dollar AS yang terambil dari cadangan devisa negara kita. Idealnya cadangan devisa itu bukan berkurang, tetapi harus terus bertambah. Dengan berkurangnya cadangan devisa maka ketersediaan cadangan dana untuk melanjutkan pembangunan menjadi berkurang.

Hal yang menggembirakan pada akhir 2020 Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa neraca perdagangan selama periode Januari-Desember 2020 mengalami surplus sebesar 21,74 miliar dollar AS. Ini tentunya lebih baik jika dibandingkan dengan 2019 dan 2018 yang masing-masing mengalami defisit 3,20 miliar dollar AS dan 8,70 miliar dollar AS. Dengan adanya surplus ini maka cadangan devisa kita bertambah 21, 74 miliar dollar AS. Seandainya ini terus berlanjut bukan mustahil kita akan semakin makmur dan sejahtera di masa yang akan datang, karena bisa melakukan pembangunan

Kegiatan ekspor kita saat ini memang berbeda dengan pada masa Orde Baru. Kalau dulu terfokus pada ekspor minyak dan gas (migas), sementara sekarang karena cadangan migas kita semakin menyusut fokus ekspor harus beralih pada non migas. Komoditas ekspor non migas ini meliputi aneka hasil tambang di luar migas, hasil hutan, pertanian, industri tekstil dan pakaian jadi, mobil, kimia dasar organik, sampai pada industri kreatif.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2018 tercatat ada 10 komoditas ekspor non migas unggulan Indonesia. Dari kesepuluh komoditas unggulan tersebut batu bara masih menempati urutan teratas. Keberadaannya sebagai sumber energi terpenting untuk pembangkitan listrik dan berfungsi sebagai bahan bakar pokok untuk produksi baja dan semen membuat batubara menjadi komoditas andalan ekspor nonmigas Indonesia.

Daftar Komoditas Ekspor Nonmigas Unggulan Indonesia

Sumber: BPS RI

Untuk ke depan tentunya kita tidak bisa terus bergantung terus pada keberadaan batu bara. Sebagai salah satu sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui ketersediaan batu bara lama-lama akan meyusut dan habis sebagaimana halnya minyak bumi. Maka perlu dicari peluang komoditas ekspor yang lain. Produk olahan hasil hutan dan Industri tekstil bisa terus ditingkatkan. Sedangkan yang lainnya tentunya harus didorong pula untuk maju, termasuk  perkembangan industri kreatif di masyarakat.

Dengan majunya perdagangan internasional maka diharapkan volume cadangan devisa akan semakin bertambah. Dampaknya negara kita akan semakin makmur dan maju. 

 

LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK (Klik Di sini)