Oleh:
Enang Cuhendi
Bandung saat ini merupakan salah destinasi wisata cukup ramai di
Indonesia. Setiap pekan berduyun-duyun pengunjung dari luar Kota Bandung,
khususnya dari Jakarta datang berkunjung ke kota ini. Gerbang pintu tol Pasteur
setiap pekan menjadi pintu masuk utama wisatawan ke Kota Kembang ini. Banyak
objek yang memang ditawarkan Kota Bandung sebagai tujuan wisata. Salah satunya
wisata belanja dengan Kawasan Cihampelas sebagai salah satu ikonnya.
Tulisan ini tentunya tidak bermaksud untuk mengupas masalah wisata belanja
karena tidak nyambung dengan judul tulisan. Walau begitu masih nyambung dengan
bahasan tentang Cihampelas salah satu kawasan belanja di Ibu Kota Asia Afrika
ini. Kalau Anda berkunjung atau jalan-jalan ke Cihampelas pernahkah Anda
menemukan papan/plang bertuliskan “Masjid Jami Mungsolkanas”? Jawabannya bisa
pernah atau tidak tentunya. Kalaupun pernah rasanya kita tidak terlalu tertarik
berpikir lebih jauh, paling mungkin sebatas ada rasa aneh dengan nama masjid
tersebut, karena tidak lazim.
Nama masjid ini memang sedikit asing. Berbeda dengan masjid-masjid pada
umumnya yang menggunakan nama-nama berbau Arabiyah, Mungsolkanas merupakan
akronim dari kalimat berbahasa Sunda, yaitu: “Mangga urang ngaos shalawat ka Kanjeng Nabi Muhammad S.A.W” atau “mari
kita mengaji dan bersalawat kepada Nabi Muhammad S.A.W.
Popularitasnya tentu saja tidak sepopuler Masjid Agung/Masjid Raya (Alun – Alun) Bandung
yang berdiri megah di pusat kota atau Masjid Cipaganti yang ada di pinggir
jalan raya utama. Dilihat dari lokasinya,
masjid ini memang sedikit di dalam. Masuk ke sebuah gang kecil bernama
Gang Winataatmaja yang terletak di seberang Rumah Sakit Advent, atau di sebelah
Sekolah Tinggi Bahasa Asing di RT 02 RW 05 Kelurahan Cipaganti Kecamatan
Coblong Kota Bandung.
Masih teringat dalam ingatan penulis ketika masih belajar di SMPN 23 Bandung
sekitar 30-an tahun yang lalu, kegiatan renang yang diadakan sekolah selalu
mengambil tempat di Kolam Renang Cihampelas. Lokasi kolam renang yang sekarang
sudah tidak ada ini tidak jauh dari masjid Mungsolkanas ini. Setiap kali lewat
di depan dan membaca papan namanya, hanya rasa aneh yang muncul. Saat itu tidak
terpikirkan untuk menggali lebih jauh tentang masjid ini. Padahal ternyata
masjid yang satu ini menyimpan nilai sejarah yang luar biasa. Masjid
Mungsolkanas ternyata tercatat sebagai masjid tertua di Kota Bandung.
Keterangan lengkap tentang Masjid Mungsolkanas didapat dari tulisan
Nugraha di situs info.pikiran-rakyat.com. Ditulis bahwa masjid tersebut awalnya
hanya berupa tajug (mushala) sederhana yang berdiri sejak tahun 1869. Bentuk
bangunannya berupa kobong dan panggungnya terbuat dari bilik. Dalam masyarakat
Sunda, terutama di kalangan pesantren, kobong mengacu pada asrama atau tempat
tinggal para santri yang sering disebut pondok pesantren.
Bangunan masjid ini didirikan di atas lahan yang diwakafkan oleh nenek
Zakaria yang bernama Lantenas, seorang janda dari R. Suradipura, Camat Lengkong
Sukabumi yang wafat pada 1869. Tanah yang dimiliki Lantenas saat itu terbilang
sangat luas, yakni mulai dari Jalan Plesiran sampai Gandok (Jalan Siliwangi)
Bandung. Lahan pemandian Cihampelas dan pabrik daging yang sekarang telah
berubah menjadi pusat belanja Cihampelas Walk pun termasuk di dalam tanah milik
Lantenas. Janda kaya ini wafat pada 1921, tepat pada usia 80 tahun.
Tajug yang sudah berdiri lebih dari 140 tahun itu pertama kali dipugar
menjadi masjid pada tahun 1933, hampir bersamaan saat Wolf Schumaker memugar
Masjid Kaum Cipaganti. Bedanya, Mungsolkanas dipugar atas biaya dan inisiatif ulama
kharismatik, yaitu Mama Aden alias R. Suradimadja alias Abdurohim, yang juga
keluarga Lantenas. Sedangkan Mesjid Kaum
Cipaganti dibiayai oleh pemerintah kolonial Belanda. Nama Mungsolkanas diberikan
juga oleh Mama Aden alias R. Suradimadja alias Abdurohim, yang juga keluarga
Lantenas. Dari data yang dihimpun Tribun Jabar diketahui bahwa pemugaran berikutnya
pada tahun 1953, 2003 dan 2009.
Keberadaan Masjid Mungsolkanas sebagai salah satu situs sejarah Kota
Bandung perlu mendapat perhatian. Jangan sampai nasibnya seperti pemandian
Cihampelas yang hanya tinggal kenangan terlindas pembangunan pusat perbelanjaan
Cihampelas Walk (Ciwalk). Padahal keberadaan pemandian Cihampelas bisa masuk
salah satu cagar budaya yang sudah ada sejak zaman Belanda.
Pembangunan ekonomi harus terus berjalan, tetapi kesadaran akan
peninggalan sejarah dan spiritual harus terus dikembangkan. Satu tantangan
tersendiri bagi pemerintah dan umat Islam untuk terus menjaga eksistensi Masjid
Mungsolkanas jangan sampai tergerus oleh hiruk-pikuk perkembangan zaman. Kuncinya
ada dalam hati setiap umat Islam dan pemerintah yang cinta akan rumah Allah.
Semoga!
Sumber Bacaan:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
KOLOM kOMENTAR
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.