Sabtu, 20 April 2013

Intisari Machiavelisme


Terlahir dengan nama Nicollo Machiavelli, tokoh yang lahir dan meninggal di Florence ( 3 Mei 1469 – 21 Juni 1527) ini adalah seorang diplomat, filsup dan politikus Italia yang menjadi figur utama dalam realitas teori politik, ia sangat disegani di Eropa terutama pada masa Renaisance.

Machiavelli termasuk sosok yang fenomenal. Ajarannya banyak dipandang kontroversial dan dituduh tidak bermoral, tetapi di sisi lain diakui atau tidak banyak juga yang mengadopsinya dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam realitas dunia politik, bahkan sampai saat ini. Bahkan sebagian orang menganggap bahwa 

Orang menyebut ajaran Machiavelli dengan sebutan Machiavelisme. Pokok-pokok ajaran machiavelli tertuang dalam salah satu bukunya yang berjudul Il Principe (The Prince). Buku ini dibuat Niccolo Machiavelli untuk penguasa Florence, Lorenzo De’Medici yang sedang berkuasa pada waktu itu. Buku ini berupa surat yang panjang berisi petunjuk bagaimana menjadi raja yang berkuasa, dan disegani oleh penduduk, serta nasihat-nasihat bagaimana usaha untuk mempertahankan kekuasaan.

Il Principe secara luas dianggap sebagai salah satu buku yang paling berpengaruh dalam politik, khususnya menyangkut pemerolehan, pelestarian, dan penggunaan kekuasaan politik di dunia barat. Buku Il Principe dibuat oleh Machiavelli yang seluruh kehidupannya dihabiskannya di Firenze pada saat konflik politik yang berkelanjutan. Nilai utama yang ditekankan Machiavelli adalah kebutuhan akan stabilitas dalam wilayah seorang pangeran/penguasa.

Teori-teori yang diungkapkan dalam Sang Penguasa seringkali dipuja sebagai metode-metode cerdik yang dapat digunakan oleh penguasa yang sedang mencari kekuasaan untuk memperoleh takhta, atau oleh seorang penguasa untuk mengukuhkan pemerintahannya

Beberapa pokok pikiran Machiavellisme dapat diterangkan sebagai berikut:

BERBAGAI MACAM KERAJAAN DAN CARA MENEGAKKANNYA 
  • Semua negara dan wilayah kekuasaan tempat umat manusia bernaung berbentuk suatu negara republik atau suatu kerajaan. Kerajaan karena warisan turun-temurun atau suatu kerajaan baru, atau berupa negara bagian yang digabungkan pada kerajaan warisan seorang raja atas negara-negara bagiaan tersebut. 
  • Raja memperoleh wilayah-wilayah tersebut entah dengan senjata sendiri atau orang lain, atau karena warisan atau karena petualangan yang penuh keberanian.
  • Pada kerajaan yang bersifat turun-temurun, kesulitan-kesulitan yang dihadapi jauh lebih sedikit dibandingkan dengan kesulitan yang dihadapi kerajaan-kerajaan baru. Karena bagi kerajaan-kerajaan warisan sudah cukup kalau tidak melalaikan lembaga-lembaga yang didirikan oleh nenek moyangnya dan kemudian menyesuaikan kebijaksanaan dengan situasi yang ada. Selama raja yang sah tidak melakukan hal-hal yang tidak mengobarkan rasa benci pada rakyat karena tindakannya yang benar-benar jahat, sudah selayaknya rakyat dengan sendirinya tunduk kepadanya.
  • Dalam kerajaan baru justru muncul kesulitan-kesulitan. Pertama, karena rakyat dengan senang hati mengganti penguasanya dengan harapan mereka dapat hidup lebih baik, tetapi mereka terkecoh sendiri sebagaimana mereka alami kemudian, dan kehidupan mereka semakin parah. Ini wajar karena raja baru terpaksa menimpakan beban kepada mereka yang memaksa rakyat tunduk pada pasukan raja. Dengan demikian raja akan dimusuhi rakyat yang telah merelakan daerahnya, tidak ada persahabatan dengan rakyat yang telah membantu raja, sementara raja berhutang kepadanya. Tetapi kalau orang menguasai daerah-daerah yang berbeda bahasa, adat-istiadat, dan hukum, sangat besarlah kesulitan yang harus dihadapi. Salah satu cara terbaik untuk berhasil menguasainya adalah pertama penguasa baru harus tinggal di daerah tersebut. Dengan ada di tempat, kerusuhan akan mudah diketahui dan dapat dicegah dengan cepat, kedua mendirikan koloni-koloni di salah satu wilayah tersebut yang seolah-olah kunci wilayah itu. Kalau tidak raja akan menguras biaya yang tinggi untuk menempatan sejumlah pasukan. Ketiga penguasa wilayah asing tersebut haruslah menjadi pemimpin dan pembela negara-negara tetangganya yang lemah, dan berusaha memperlemah negara-negara yang kuat dan menjaga mereka agar tidak diserbu oleh negara asing yang tidak kalah kekuatannya.
MEREKA YANG BERKUASA DENGAN JALAN KEKEJAMAN

  • Kalau mau merebut suatu negara, penguasa baru haruslah menentukan berat penderitaan yang ia anggap perlu dibebankan pada rakyat. Ia harus menimpakan penderitaan itu hanya untuk sekali, dan jangan mengulang-ulang penderitaan itu setiap hari. Dengan cara itu rakyat akan senang dan akan menarik simpati mereka kepadanya. 
  • Kekerasan harus dilakukan sekali saja, rakyat akan segera melupakannya dan tidak akan menentang lagi. Perlahan-lahan raja harus menunjukkan kebaikan kepada rakyatnya dan rakyat akan mengalami masa yang lebih baik.
KEKUASAAN
  • Tugas penguasa adalah mengamankan kekuasaan yang ada ditangannya agar dapat bertahan dengan langgeng.
  • Tujuan berpolitik adalah memperkuat dan memperluas kekuasaan. Untuk itu segala usaha yang dapat mensukseskan tujuan dapat dibenarkan.
  • Legitimasi kekuasaan membenarkan segala teknik pemanipulasian supaya dukungan masyarakat terhadap kekuasaan tetap ada
  • Keagungan seorang penguasa tergantung pada keberhasilannya mengatasi kesulitan dan perlawanan.
  • Kebaikan moral yang terbesar adalah sebuah negara, yang bajik (virtuous) dan stabil, dan tindakan-tindakan untuk melindungi negara, betapapun kejamnya, dapat dibenarkan
  • Seorang raja boleh melakukan apa saja dengan segala cara untuk mendapatkan dan melanggengkan kekuasaannya.
  • Tujuan dari semua usaha penguasa itu, adalah mempertahankan stabilitas suatu negara agar negara tetap aman dan apabila ada ancaman baik itu dari dalam maupun dari luar negeri maka diadakan tindakan penyelamatan
  • Tindakan yang diambil oleh penguasa tidak berdasarkan kepentingan rakyat. Akan tetapi, tergantung dari keadaan dan desakan situasi sosial tanpa mempedulikan apakah tindakan tersebut dinilai baik atau buruk oleh rakyat
  • Seorang penguasa tidak perlu takut akan kecaman yang timbul karena kekejamannya selama ia dapat mempersatukan dan menjadikan rakyat setia, dan demi keselamatan negara.

KEBIJAKSANAAN
  • seorang penguasa yang bijaksana harus membangun kekuasaannya berdasarkan apa yang ia sendiri kuasainya dan bukan berdasarkan apa yang orang lain kuasai; ia harus berusaha agar ia tidak dibenci. Yang terbaik ialah ditakuti dan dicintai; namun demikian, bila seseorang tidak dapat dua-duanya, lebih baik ditakuti daripada dicintai
  • Seorang penguasa yang bijaksana mampu melihat dan membaca situasi yang mengancamnya dan memperkecil bahaya yang dapat ditimbulkannya.
  • Ada tiga macam kebijaksanaan. Pertama, dapat memahami masalahnya sendiri, kedua menghargai pemahaman orang lain, dan yang ketiga tidak memahami masalah sendiri dan tidak menghargai pemahaman orang lain. Dari ketiga hal itu, yang terakhir merupakan sikap yang buruk.
HUBUNGAN DENGAN MENTERI
  • Seorang penguasa juga harus dapat memilih menteri yang baik, yaitu menteri yang memikirkan dan mementingkan urusan penguasa dan negara.
  • Penguasa harus menjalin hubungan yang baik dengan menterinya dan saling mempercayai.
  • Penguasa harus menyingkirkan para penjilat yang mengelilinginya dengan cara tidak marah apabila ada
    orang yang mengatakan hal yang sebenarnya.
    Darimanapun datangnya nasihat yang bijaksana, tergantung dari kebijaksanaan penguasa, dan
    kebijaksanaan sang penguasa tidak tergantung pada nasihat yang baik.
JANJI PENGUASA 
  • Seorang penguasa yang bijaksana tidak harus memegang janji apabila akan merugikan diri sendiri dan tidak ada alasan yang mengikat.
  • Seorang penguasa tidak akan kehabisan alasan untuk menutupi tipuannya dan kelihatan seolah-olah baik.
  • Dalam usaha mempertahankan wilayah kekuasaan biasanya penguasa membangun benteng pertahanan, akan tetapi benteng-benteng ini bisa berguna bisa juga tidak tergantung dari keadaan.
  • Benteng dapat bermanfaat dan dapat juga merugikan. Akan tetapi, benteng terbaik adalah menghindari jangan sampai dibenci oleh rakyat.
  • Seorang penguasa yang bijaksana mampu melihat dan membaca situasi yang mengancamnya dan memperkecil bahaya yang dapat ditimbulkannya.
  • Dalam usaha menegakkan kekuasaannya seorang penguasa dapat melakukan tindakan yang mengabaikan penilaian moral dari masyarakat, seperti misalnya keluarga dari penguasa sebelumnya harus dimusnahkan semua untuk mencegah terjadinya pemberontakan di kemudian hari.
  • Hal itu harus dilakukan penguasa atas desakan dan tuntutan situasi dalam menguasai suatu wilayah baru agar ancaman terhadap kekuasaan wilayah tersebut lenyap, setelah itu baru menarik simpati rakyat agar mendapatkan dukungan
  • Cara lain untuk mengamanan kekuasaannya diwilayah baru adalah penguasa baru harus tinggal di wilayah tersebut, mendirikan koloni-koloni, dan menempatkan pasukan serta infanteri dalam jumlah yang besar.
  • Wilayah baru dapat diperintah oleh penguasa penggantinya tanpa adanya pemberontakan walaupun penguasa baru tersebut telah meninggal bila diperintah dengan bersatu dan para bangsawan tetap diberi kekuasaan di wilayah mereka dimana mereka diakui dan dicintai.
KEMURAHAN HATI DAN PENGHEMATAN

  • Jika Anda ingin memperoleh nama baik karena kemurahan hati, Anda harus secara mencolok bertindak boros. Raja yang bertindak demikian akan segera menghabiskan hartanya. Akhirnya ia dengan terpaksa menarik pajak yang berat dan melakukan segala cara hanya supaya dapat meperoleh uang. Kalau ia menyadari hal ini dan mencoba menelusuri jalan yang benar, ia segera akan dicap sebagai seorang yang kikir. Karena itu raja tidak perlu bertindak murah hati untuk membuat dirinya tersohor, kecuali ia mau mempertaruhkan dirinya.
  • Jika ia bijaksana, ia tidak akan berkeberatan dianggap sebagai orang yang sebetulnya murah hati, karena menyadari bahwa dengan menghemat pendapatan yang ada, ia dapat mempertahankan diri dari penyerbu/musuh, dan ia dapat melakukan perlawanan tanpa membebani rakyat.
TENTANG PERTAHANAN DAN MILITER
  • Dua dasar yang paling penting bagi setiap negara, adalah hukum yang sehat dan pasukan-pasukan militer yang kuat.
  • Untuk melanggengkan kekuasaannya seorang penguasa harus mempunyai hukum dan angkatan perang yang baik.
  • Hukum tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya angkatan perang yang baik
  • Angkatan perang merupakan landasan seorang penguasa untuk mempertahankan negaranya.
  • Angkatan perang yang dimaksud adalah tentara sendiri bukan tentara bayaran atau tentara bantuan, karena tentara bayaran dan tentara bantuan tidak ada gunanya, mereka tidak disiplin dan tidak setia.
  • Seorang penguasa yang mandiri adalah penguasa yang dapat menghadapi musuh manapun dalam medan pertempuran.
  • Seorang penguasa yang hanya mengandalkan perbentengan atau bantuan dari yang lainnya dan hanya bersikap defensif, tidaklah mandiri.
  • Bila seorang penguasa tidak dapat membentuk suatu pasukan yang kuat dan harus mengandalkan yang lainnya untuk pertahanannya, ia harus membentengi kotanya.
  • Sebuah kota yang dibentengi dengan baik tidak akan menjadi sasaran serangan, dan bila diserang, kebanyakan tentara tak dapat bertahan dalam pengepungan yang berkepanjangan.
  • Dalam suatu pengepungan, seorang penguasa yang bijak akan menjaga moral warga tetap tinggi, sementara menyingkirkan semua pembangkang Karenanya, selama kota itu dipertahankan dengan baik dan mempunyai cukup pasokan, seorang penguasa yang bijaksana dapat menghadapi pengepungan apapun.
  • Penguasa yang tidak mempunyai tentara sendiri hanya mengandalkan nasib mujur saja, karena tidak mempunyai sarana yang dapat diandalkan untuk mempertahankan negara pada masa-masa sulit.
  • Tentara sendiri adalah tentara yang terdiri dari rakyat atau warga negara atau orang-orang yang dikuasainya. Penguasa harus mempelajari perang dan organisasinya serta cara mendisiplinkan pasukannya

Uraian di atas hanya sebagian dari inti ajaran machiavelli, untuk mempelajari lebih jauh tentang machiavelisme ini bisa di baca referensi di bawah ini:
  • Machiavelli, (2002). The Art Of War. Yogyakarta: Bentang Budaya.
  • Machiavelli, Niccolo. 1987.Sang Penguasa: Surat Seorang Negarawan kepada Pemimpin Republik. Terj. M. Sastrapratedja. Jakarta: Gramedia.
  • Machiavelli, Niccolo. 1999. Principe II (terj. Sang Penguasa). Jakarta: Gramedia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KOLOM kOMENTAR

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.