Jumat, 20 Desember 2013

BERBURU ILMU KE NEGERI KANGURU

Alhamdulillah, itulah kata pertama yang meluncur ketika pesawat Qantas Airways nomor penerbangan QF 41 Sydney-Jakarta yang membawa kami dari Australia mendarat di Bandara Soekarno-Hatta, Jumat 18 Oktober 2013. Tidak terasa tiga minggu sudah kami rombongan grup 3 guru-guru Jawa Barat berguru di negeri kanguru. Saya bersama Kusnadi, S.Pd. M.Si (SMPN 4 Tarogong Kidul) dan Hj. Tiktik Nurparida, M.Pd (SMPN 2 Cisompet) tergabung dalam Grup 3 peserta Training Management for Teacher yang mendapat kesempatan belajar di Adelaide City, ibukota South Australia dari tanggal 27 September – 18 Oktober 2013. Khusus untuk Garut, kami merupakan kloter pertama dari dua belas orang guru Garut yang berhasil lolos seleksi untuk mengikuti kegiatan ini.

Proses keberangkatan ke Australia diawali dengan dipercayanya kami oleh pihak Dinas Pendidikan Kabupaten Garut untuk mengikuti seleksi yang diadakan oleh Disdik Provinsi Jawa Barat.  Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk bisa turut serta dalam seleksi ini, diantaranya guru tersebut harus berstatus PNS dengan masa kerja minimal 5 tahun dan berusia kurang dari 50 tahun, pernah menjadi guru berprestasi untuk tingkat kabupaten/kota atau pengurus aktif MGMP/KKG kabupaten/kota, dan  wajib membuat essai dalam dua bahasa tentang motivasi mengikuti kegiatan. Proses seleksi sendiri ditangani oleh UPI Bandung bertempat di Gd. JICA UPI pada tanggal 3 dan 4 Juni 2013. Materi tes meliputi test English yang meliputi 50 soal listening, 50 soal grammar dan 50 soal reading comprehention. Setelah itu dilanjutkan dengan psikotest sebanyak tiga kali tes, dalam hal ini kami harus mengerjakan kurang lebih 350 soal psikotest. Kegiatan seleksi diakhiri dengan tes  interview  dengan menggunakan bahasa Inggris.
Dari sekitar 400-an peserta seleksi yang hadir mewakili 26 kab/kota yang dinyatakan lulus seleksi sebanyak 270 orang. Peserta yang lulus seleksi kemusian di bagi dalam 6 grup keberangkatan. Dari Garut yang dinyatakan lulus sebanyak 12 orang terdiri dari 10 guru SMP dan 2 orang guru SD yang tergabung di grup 3, 4, 5 dan 6.

Sebelum berangkat ke Australia semua peserta yang telah dinyatakan lulus seleksi wajib mengikuti kegiatan pre departure pada 3-5 Juli 2013. Dalam kegiatan ini peserta mendapat pembekalan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan Australia, mulai dari kultur, pendidikan, proses bea cukai bandara dan gambaran kehidupan dengan Host Family. Pemahaman tentang HF sangat penting mengingat dalam kegiatan ini kami memang tidak tinggal bersama tetapi tersebar di rumah-rumah penduduk, masing-masing rumah ditempati 2 orang.

Tanggal 27 September 2013 kami mulai terbang ke Australia. Sebelum ke Adelaide kami transit di Sydney dan alhamdulillah bisa menikmati indah dan bersihnya kota ini walau hanya beberapa jam saja. Sekitar pukul 15.30 perjalanan kami lanjutkan menuju Adelaide, sebuah kota yang dikenal sebagai kota pendidikan. Tiba di Adelaide sekitar pukul 18.30 dan kami langsung dijemput oleh HF masing-masing. Tempat tinggal kami tidak ada yang berdekatan, mulai dari wilayah valley sampai beach, tapi saya bersama rekan Muhamad. Sadikin dari  Bogor sedikit beruntung karena menjadi-jadi satunya pasangan peserta yang tinggal di kota, yaitu di Albert St, Clerence Garden, hanya berjarak sekitar 40 menit ke tempat pelatihan, sementara Pak Kusnadi dan Bu Tiktik harus menempuh jarak lebih dari 2 jam.


Selama di Australia kami mendapat ilmu, pengetahuan dan pengalaman baru. Setiap Senin sampai Kamis dari pukul 09.00 sampai 15.00 kami berkutat dengan teori yang diberikan para instruktur yang seluruhnya orang bule. Tempat pelatihan di Gedung Education Development Centre, South Australia (semacam LPMP di kita) dan di International Education Service milik Department Education and Children Development Australia. Materi yang kami terima mulai dari Cultural exchange, Australian Education system, learning style, trans disciplinary learning, school bullying, tecnology in the classroom, colaborative learning dan teacher professional development. Di samping teori kami juga diperkenalkan dengan lingkungan, budaya dan lembaga pendidikan di Australia dalam konsep kegiatan cross cultural experience dan educational visit.

Berbagai agenda kegiatan yang kami ikuti memang cukup menguras konsentrasi, energi dan stamina. Apalagi kami dihadapkan pada berbagai tantangan, mulai kendala bahasa sampai kondisi suhu dan cuaca yang tidak menentu. Umumnya suhu berkisar antara 6 – 15 ◦C dengan angin yang cukup kencang terkadang diiringi hujan deras. Walaupun begitu semua kegiatan berhasil diikuti dengan baik.

Banyak pelajaran dan hikmah yang kami ambil selama tinggal di Australia. Kesan yang paling mendalam adalah mengenai kebersihan , ketertiban dan kepatuhan warga terhadap aturan yang ada. Semua tempat terkesan indah, bersih dan teratur. Budaya antri menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan keseharian masyarakat. Ketaatan masyarakat terhadap aturan dan hukum begitu tinggi padahal selama di sini saya hampir tidak pernah bertemu polisi, hal yang sama juga terlihat di stadion sepak bola ketika saya mendapat kesempatan dari HF untuk menonton A-League atau Liga Australia. Budaya “thank you” begitu kuat tertanam dalam kehidupan masyarakat. Sekecil apapun jasa yang orang berikan selalu dibalas dengan ucapan terima kasih. Sebagai contoh, setia kali penumpang naik dan turun dari kendaraan umum, ucapan salam dan thank you selalu terucap.

Hal lain yang menarik perhatian, adalah bagaimana perhatian dan sikap pemerintah dan masyarakat terhadap kaum disabilitas. Mereka dilindungi dengan kebijakan pemerintah yang jelas.  Fasilitas dan pelayanan khusus untuk kaum disabilitas bisa didapat hampir di semua tempat dan kendaraan umum. Dukungan dari warga yang normal juga begitu kuat. Hanya di sini saya bisa melihat seorang sopir bis dan masinis turun dari tempatnya hanya untuk membantu penumpang yang cacat naik ke bis dan kereta atau tram.

Dalam bidang pendidikan, khususnya pembelajaran di kelas, satu hal yang patut kita contoh adalah upaya memperlakukan peserta didik sebagai Very Important Person. Dalam kondisi apapun, guru harus melayani peserta didik sebaik mungkin. Pelayanan guru terhadap peserta didik seperti pelayanan perusahaan terhadap customer-nya. Guru tidak boleh marah di kelas, ketika ada peserta didik yang bermasalah guru cukup memanggilnya ke luar dan menegurnya secara terpisah dari teman-temannya. Bahkan ketika di salah satu kelas saya menemukan siswa yang mabuk mariyuana, gurunya tetap membimbing dia untuk terus belajar sampai tuntas. Kata guru tersebut, kita tidak boleh mengusir anak tersebut, hargai kemauan dia untuk datang ke sekolah walaupun dalam kondisi mabuk selama mabuknya tidak mengganggu keselamatan diri dan orang lain. Saya tidak tahu apakah komen pembaca terhadap pernyataan ini. Hanya intinya, di sana saya mendapat pengalaman berharga untuk melayani peserta didik semaksimal mungkin dan menghargai sekecil apapun potensi mereka.

Mengakhiri tulisan ini, saya mencoba merajut mimpi, bahwa suatu saat nanti kita akan punya masyarakat yang lebih baik, lebih baik dari masyarakat di sana. Dasar teorinya sudah ada dalam diri kita, baik dari tuntunan agama, budaya maupun falsapah kita. Selain itu, potensi untuk itu pun sudah kita, dimana kita punya kondisi pembelajaran di kelas yang relatif lebih kondusif dan anak-anak yang relatif lebih sopan, tertib dan hormat pada guru, sangat jauh dibanding dengan anak-anak di sana. Tantangan terbesar, tinggal bagaimana saya dan rekan-rekan guru mampu memanfaatkan potensi yang ada secara maksimal dan mampu menjadi inspirasi yang positif bagi mereka lewat pembelajaran yang menginspirasi. Semoga!

Senin, 22 April 2013

Tinjauan Singkat Tentang Teori Kritis

Teori kritis baru terkenal tahun 1960-an sejak terjadi diskusi yang seru antara Karl Popper dan Theodore W. Adorno di bawah moderator Ralf Dahrendorf (Sindhunata, 1983:XIV), ternyata perdebatan itu diteruskan oleh Hans Albert dipihak Popper dan Jurgen Habermas di pihak Adorno. Namun teori kritis benar-benar mencapai puncak di bawah Jurgen Habermas dan Max Horkheimer. Habermas dapat dipandang sebagai pewaris dari teori kritis. Sampai sekarang teori kritis masih tetap konsisten untuk menyerang kapitalisme yang tidak manusiawi (Marcuse, 1969). Selanjutnya perlu ditegaskan bahwa teori kritis kebenarannya sangat tergantung bagaimana diterjemahkan dalam praktek (Fay, 1991:108).
Teori kritis harus dipahami dalam konteks jamannya, tetapi manakala jaman itu memiliki karakter yang sama, maka tidak mustahil bahwa teori itu pun mempunyai relevansi dengan realitas jaman. Kontekstual dengan logika situasi, logika jaman atau zeit geschit (Popper,1985). Sebagai contoh teori kritis dengan inspirasi dari ajaran Marx, memandang masyarakat kapitalis sebagai masyarakat yang menindas. Demikian pula manakala kehidupan di Indonesia dewasa ini menunjukkan karakter yang sama, maka teori kritis memiliki relevansinya. 
Teori kritis dapat dianggap sebagai teori perjuangan, namun teori kritis juga tidak mengehendaki cara-cara yang destruktif, brutal dan anarkhis. Teori kritis lebih menonjolkan kekuatan moral. Teori kritis menghendaki suatu revolusi, namun revolusi secara damai. Sebagaimana dikatakan oleh Lenin bahwa tidak akan ada tindakan yang revolusioner tanpa ada teori yang revolusioner. Tetapi sebagai-mana diketahui bahwa banyak murid sekolah Franfurt kecewa, karena baik teori kritis maupun gurunya tidak mengehendaki revolusi tanpa damai.
Teori kritis memang jauh berbeda dengan pemikiran tradisional, tidak bersifat kontemplatif, teori ini bermaksud mengembalikan kemerdekaan dan kebebasan manusia dan masa depan mereka. Teori kritis bermaksud membebaskan manusia dari belenggu penghisapan dan penindasan.
Teori kritis pada dirinya memang mempunyai daya tarik, namun lebih dari pada itu teori kritis menjadi lebih menarik manakala telah dikaitkan dengan realitas masyarakat. Hal ini pada dasarnya juga ingin mempertanyakan masih relevankah teori kritis sebagai teori perjuangan dewasa ini. Daya tarik itu semakin nyata apabila dikaitkan bahwa kita sendiri secara empiris mengamati, merasakan, menghayati, merefleksikan dan sekaligus mengkritisi realitas masyarakat sekarang ini. Ini juga berarti bahwa teori sosial tidak dapat dilepaskan dari praktek politik (Fay, 1991)
Mengkaji teori kritis tanpa mengenali akar sejarahnya menjadikan pemahaman yang kurang lengkap kalau tidak disebut keliru. Dalam sejarah berlaku pernyataan before you study history you must study historian and before you study historian you must study environment. Bahkan Mannheim (1991:2) terdapat cara-cara berpikir yang tak dapat dipahami secara memadai selama asal-usul sosialnya tidak jelas.Hal yang sama dapat ditelusuri dalam Berger dan Luckmann (1990), sebagaimana khas sosiologi ilmu pengetahuan.

Akar Sejarah
Teori kritis berkembang secara pesat bersama dan berada dalam Frankfurt School. Pelopor sekolah Frankfurt Felix J. Weil seorang sarjana politik. Mendapat warisan dari ayahnya Herman Weil, ia menghimpun cendekiawan untuk menyegarkan kembali ajaran Marx sesuai kebutuhan saat itu. Cendekiawan yang tergabung antara lain Friederickh Pollock ahli ekonomi, Theodore W.  Adorno, musikus, ahli sastra dan filsuf; Herbert Marcuse, murid Heidegger; Erich Fromm ahli psikoanalisa Freud; Walter Benyamin kritikus sastra, Max Horkheimer, Jurgen Habermas dan sebagainya.
Sejak awal secara eksplisit sekolah Frankfurt menempatkan ajaran Marxisme sebagai titik tolak pemikirannya (Connerton, 1976; Suseno, 1977; Sindhunata, 1983; Hardiman 1990.) Walaupun sebagai-mana diketahui melalui sekolah ini pula ajaran-ajaran Marx diperbarui dan bahkan ditinggalkan. Disamping itu sekolah Frankfurt juga men-dasarkan diri pada perspektif idealisme Jerman yang dirintis Immanuel Kant (kritisisme), memuncak pada ajaran Hegel melalui dialektikanya serta ketika Horkheimer sebagai pimpinan Frankfurt School teori kritis mendapatkan penyegaran melalui ajaran Freud dan Habermas sendiri seperti Althuser yang memperbaharui teori Marx dengan konsentrasi pada ideologi (Suseno, 1977).
Menurut Horkheimer dan kawan-kawannya, Kant dapat disebut sebagai filosuf kritis yang pertama. Kant sendiri menamakan filsafat-nya sebagai kritis, dalam arti bahwa akal budi harus menilai kemampuan dan keterbatasannya, dan hanya lewat kemampuan dan keterbatasannya itu akal budi mengetahui sesuatu. Sekolah Frankfurt menghargai Kant, karena mereka menganggap Kant telah menemukan otonomi subjek dalam membentuk pengetahuannya. Di sinilah terletak pengertian kritis yang pertama pengetahuan kita tidak ditentukan oleh objek, tapi subjek yang menghasilkan pengetahuan itu. Bahkan objek dapat dikonstruksi dan bahkan verifikasi hanya melalui subjek. Baginya tanpa kerja subjek tidak berarti apa-apa.
Hegel beranggapan bahwa Kant telah berhasil menemukan otonomi akal budi manusia. Oleh karena itu akal budi tidak perlu lagi kritis terhadap dirinya, ia harus menjadi affirmatif. Sebab menurut Hegel akal budi telah mencapai kesempurnaan dalam roh. Bagai-manakah proses akal budi sampai pada roh? Proses tersebut tercakup dalam pengertian dialektika sebagai ajaran Hegel yang paling terkenal. Persis di sinilah terletak pengertian kritis yang kedua dari Sekolah Frankfurt: mereka beranggapan bahwa berpikir secara kritis adalah berpikir dialektis. Proses berpikir dialektis bukan sekedar dirumuskan thesis-antithesis dan sinthesis sebagaimana pada umum-nya dirumuskan. Melainkan dalam dialektika disamping ketiga tesis itu juga diperlukan adanya saling negasi, kontradiksi dan mediasi.
Berpikir kritis memerlukan: pertama, berpikir kritis adalah berpikir secara dialektis, berpikir dialektis adalah berpikir secara totalitas. Totalitas bukan berarti semata-mata keseluruhan di mana unsur-unsurnya yang bertentangan berdiri sejajar. Tetapi totalitas itu berarti keseluruhan yang mempunyai unsur-unsur yang saling bernegasi (mengingkari dan diingkari), saling berkontradiksi (melawan dan dilawan), dan saling bermediasi (memperantarai dan diperantarai). Pemikiran dialektis menekankan bahwa dalam kehidupan yang nyata pasti unsur-unsurnya saling berkontradiksi, bernegasi dan bermediasi. Pemikiran dialektis menolak kesadaran yang abstrak, misalnya individu dan masyarakat. Menurut pemikiran dialektis, individu selalu saling berkontradiksi, bermediasi dan bernegasi terhadap masyarakat (Sindhunata, 1983).
Pengertian proses dialektis tidak mengarah pada sintesis dalam arti perpaduan, melainkan mengarah pada tujuan baru sama sekali, yakni rekonsiliasi, yang didalamnya tercakup pengertian pembaharu-an, penguatan dan perdamaian. Dalam seluruh proses berpikir dialektis sebenarnya merupakan realitas yang sedang bekerja atau working reality. Berpikir kritis adalah berpikir yang dialektis, berpikir dialektis adalah berpikir dalam perspektif empiris historis. Berpikir adalah berpikir dialektis, berpikir dialektis adalah berpikir dalam kerangka kesatuan teori dan praksis (Habermas dalam Connerton, 1976:330). pengertian teori dan praksis sering menjadi persoalan). Hal ini jelas berbeda dengan orang yang salah paham bahwa persoalan teori dan praksis mesti dipikirkan sebagai persoalan bagaimana agar suatu teori itu dapat diaplikasikan pada kehidupan praktis, sebab pengertian itu seakan-akan menganggap bahwa teori dan praksis sebagai dua bidang yang berbeda, pada hal pengetian teori dan praksis hanyalah dua dimensi dari manusia yang satu dan sama, sehingga satu sama lain memang saling bisa dipisahkan dan saling mengecualikan. Pemikiran dialektis tidak mengandaikan adanya kesenjangan antara teori dan praksis yang harus dijembatani melainkan bagaimana suatu teori dapat membuahkan praksis (Sindhunata,1983).
Konsepsi teori kritis di samping bersumber pada Kant, Hegel juga pada Marx yang utamanya berangkat dari kritik ekonomi politik Marx. Menurut penganut Frankfurt school kritik ekonomi politik Marx harus diubah menjadi kritik sosiologi politik. Sebagaimana pendirian Marx bukanlah kesadaran manusia yang menentukan keadaan mereka melainkan sebaliknya keadaan sosiallah yang menentukan kesadaran mereka.
Kritik Ideologi melalui Freud. Erich Fromm lah yang memasukkan psikoanalis Freud ke dalam ajaran teori kritis. Menurut Fromm kritik ideologi Marx membutuhkan psikoanalisa, sebab psikoanalisa dapat mempertajam kritik ideologi Marx. Menurut Marx ideologi itu adalah kesadaran palsu, maksudnya ideologi tidak menggambarkan situasi nyata manusia secara apa adanya. Ideologi menggambarkan keadaan secara terpuntir atau terbalik.
Teori kritis memang diilhami filsafat kritis, sedangkan filsafat kritis mendapatkan aspirasinya dari kritik ideologi (Hardiman, 1990:10) yang dikembangkan Marx sewaktu masih muda, dalam tahap pemikirannya yang sering disebut hegelian muda. Selanjutnya perlu juga diketahui bahwa kritis di samping sebagai teori juga sebagai pendekatan. kritis sebagai pendekatan dalam arti bahwa sebuah teori hanyalah benar sebagai kritik terhadap belenggu-belenggu ideologis teori-teori terdahulu, jadi sebagai usaha teoretis yang sekaligus praksis emansipatif.

Teori Tradisional versus Teori Kritis

Harus dipahami bahwa berdasarkan dialektika, tidak akan lahir teori kritis, manakala tidak ada teori tradisional (Horkheimer dalam Connerton, 1976). Tetapi sebagai kelebihan pula bahwa berkat dialek-tika, maka teori-teori atau pikiran-pikiran baru dapat diformulasikan dengan jalan mengatasi teori yang telah ada. Teori tradisional  sebagaimana yang diserang oleh teori kritis pada dasarnya juga teori positivistik. Secara tradisional bahwa teori adalah jumlah keseluruhan dari proposisi-proposisi tentang suatu subjek.
Teori tradisional bertujuan untuk membangun konsep-konsep umum mengenai semua hal, sebagaimana nampak dalam tujuannya yang diformulasikan a universal systematic science.Teori tradisional bersifat netral, teori tradisional tidak bermaksud mempengaruhi fakta yang hadir dihadapannya, sebab ia memang memandang fakta secara objektif, artinya fakta sebagai fakta lahiriah apa adanya (Sindhunata, 1983:73).
Berdasarkan argumen-argumen teori tradisional tersebut Hork-heimer melalui teori kritis menuduh bahwa teori tradisional bersifat ideologis.
Teori kritis memandang bahwa ke-netral-an teori tradisional sebagai kedok pelestarian keadaan yang ada. Pada hal menurut teori kritis memandang bahwa realitas yang ada itu menindas, dan semu, oleh karena itu realitas yang menindas dan semu itu harus disibak, dibongkar dengan jalan mempertanyakan mengapa sampai terjadi realitas yang demikian. Dalam hal ini Ignas Kleden menyatakan: ... bukan saja teori yang menentukan praktek, tetapi pun praktek dapat menentukan teori. Bukan hanya terhadap nilai dan ideologi ilmu pengetahuan tidak bisa bersikap netral, tetapi pun terhadap praktek dan kepentingan praktis pun ilmu pengetahuan tak dapat bersikap netral (1987: XXXIX).
Menurut teori kritis, teori tradisional itu ahistoris. Sebab teori tradisional memutlakkan ilmu pengetahuan sebagai satu-satunya unsur yang bisa menyelamatkan masyarakat (cf. pandangan aliran fungsional). Dengan jalan memutlakkan ilmu pengetahuan teori tradisional lupa akan hakikatnya masyarakat yang dalam prosesnya adalah historis.
Teori tradisional memisahkan teori dan praksis, maksudnya teori tradisional membiarkan fakta secara lahiriah. Hal ini berarti bahwa teori tradisional tidak memikirkan peran dan aplikasi praktis dari sistem konseptual atau teoretisnya. Menurut teori kritis, memisahkan teori dengan praksis, teori tradisional hanya berpikir teori demi teori (cf. ilmu untuk ilmu; seni untuk seni dsb). Dengan demikian teori tradisional menjadi ideologis. Sebab ia tidak memikir-kan bagaimana teorinya dapat menghasilkan kesadaran yang mem-buahkan tindakan untuk mempengaruhi bahkan mengubah fakta atau realitas.
Menurut Horkheimer teori tradisional tidak mungkin menjadi teori emansipatoris, bahkan teori tradisional dengan sifatnya yang ideologis justru melestarikan keadaan yang ada. Jadi kenetralan nya justru dengan diam-diam membenarkan keadaan yang ada, pada hal keadaan yang ada adalah membelenggu dan menindas manusia (dehumanisasi).
Horkheimer menegaskan bahwa teori tradisional tidak mungkin menjadi teori emansipatoris apabila tidak melakukan pembaharuan-pembaharuan. Selanjutnya Horkheimer juga beragumen bahwa teori kritis tidak lagi berpusing-pusing dengan prinsip umum, membangun pengetahuan yang kokoh dan tertutup bagi dirinya sendiri. Hal ini berbeda dengan teori kritis yang sejak semula mengidealkan memberikan kesadaran untuk membebaskan manusia dari masyarakat irasional dan dengan demikian juga memberikan kesadaran untuk pembangunan masyarakat.
Agar teori kritis dapat bertindak emansipatoris, maka menurut Horkheimer: (1) teori kritis harus selalu curiga dan kritis terhadap masyarakat;(2) teori kritis berpikir secara historis; (3) teori kritis tidak memisahkan teori dengan praxis.
Mengapa teori kritis harus selalu curiga dan kritis terhadap masyarakat? Menurut Horkheimer agar teori dapat menjadi emansi-patoris, maka ia harus kritis. Sebagaimana Marx dapat menggunakan konsep kritis ini, maka Horkheimer juga memandang bahwa kritik harus dilontarkan kepada masyarakat, ini semata-mata agar teori kritis benar-benar bersifat emansipatoris. Sebagai contoh terhadap kategori-sasi ini produktif atau tidak, berguna atau tidak, layak atau tidak, bernilai atau tidak dan sebagainya.
Ciri khas teori kritis yang dikritik bukan kekurangan di sana-sini, melainkan keseluruhannya. Teori membuka irasionalitas dalam pengandaian-pengandaian sistem yang ada. Membuka bahwa sebenar-nya produksi tidak untuk memenuhi kebutuhan manusia, melainkan kebutuhan manusia diciptakan dimanipulasi demi produksi. Teori kritis berharap apabila rasionalitas semu sistem sudah dirobek, maka kontradiksi-kontradiksi akan nampak jelas, dapat merangsang pema-tahan belenggu dan membebaskan manusia ke arah kemanusiaan yang sebenarnya.
Di samping mencolok dan kontradiksi antara teori kritis dengan teori tradisional, ternyata perlu juga ditelusuri pertautan antara penge-tahuan dan kepentingan (knowledge and interest). Persoalan pertautan ini oleh kalangan intelektual belum begitu mengakar dan semarak sebagai bagian dari diskusi keseharian apalagi di kalangan awam.

Ilmu Pengetahuan dan Kepentingan

Teori kritis mempunyai pandangan yang khas sebagai upaya untuk menyerang pandangan yang telah ada. Pandangan lama mengatakan bahwa Ilmu pengetahuan harus dibangun dengan dasar objektivitas, bebas nilai (value free), netral sebagaimana doktrin positivisme.
Di balik selubung objektivitas itu ilmu-ilmu tersembunyi kepentingan-kepentingan kekuasaan. Pengetahuan kita tidak ditentu-kan oleh objek, tapi subjek yang menghasilkan pengetahuan itu (Sindhunata, 1983:31). Di samping itu perlu disadari pula bahwa di samping pengetahuan yang telah diformulasikan, masih ada juga Segi Ilmu Pengetahuan yang tak terungkap (Polanyi,1996).
Mengenai bebas nilai , teori kritis memandang bahwa ilmu pengetahuan dapat berkembang atau tumbuh subur bersama dengan kepentingan fundamental yang ada di dalamnya (Suseno, 1992:183). Seperti halnya pendapat Helnest dalam (Kleden, 1987:21) bahwa ... sejauh menyangkut dasar dan dampak sebuah teori ilmu sosial, maka tak ada satu disiplin ilmu-ilmu sosial pun yang dapat bebas nilai (value free), bebas kepentingan (interest-free), dan bebas kekuasaan (power-free). Habermas telah melakukan apa yang dapat disebut kritik ideologi dan kritik ilmu pengetahuan melalui kritik pengetahuan. Bagi Habermas antara pengetahuan, ilmu pengetahuan dan ideologi merupakan tiga hal yang saling bertautan dan ketiganya berkaitan pada praksis kehidupan sosial manusia.
Menurut Habermas, segala sesuatu tindakan manusia didasarkan pada tiga kepentingan dasar. Pertama, kepentingan teknis, yaitu untuk menguasai alam. Kedua, kepentingan praktis, untuk berkomuni-kasi. Ketiga, kepentingan emansipatoris untuk menentang segala paksaan (Suseno, 1977:123). Di dalam kehidupan masyarakat modern bidang kehidupan manusia seolah-olah demi kepentingan teknis saja. Oleh karena itu untuk mendobraknya dapat dilaksanakan dengan refleksi. Melalui refleksi ini sejarah pengalaman penderitaan manusia dapat disadari, utamanya kesadaran emansipatoris.
Agar teori kritis dapat bersifat emansipatoris, maka ia harus mengarahkan masyarakat komunikatif (Hardiman, 1993), masyarakat yang demikian harus memenuhi persyaratan-persyaratan komunikasi yang bebas dan terbuka. Kiranya menjadi tepat, kalau semua merasa berkepentingan pada pembelaan masyarakat yang terbuka, bebas dan menghormati martabat semua anggota, mereka harus mengusahakan kemampuan berkomunikasi bebas dari tekanan yang semakin luas 

Relevansi dan Emansipasi Teori Kritis

Teori kritis melalui refleksinya menunjukkan kepada kita bagaimana teori-teori tradisional telah dibangun dengan membelenggu kebebasan manusia, sekaligus mencoba menegasi subjektivitas manusia atas realitas sosial maupun konstruksi pengetahuan yang ada. Dengan demikian dengan mempelajari teori kritis, maka seseorang akan dibuka matanya akan realitas yang sesungguhnya. Terbuka pula selubung-selubung ideologis yang secara inheren terbawa oleh industrialisasi, maupun ciptaan-ciptaan yang mengikutinya
Seseorang dan atau masyarakat yang terbuka pikiran dan kesadarannya akibat mengkaji teori kritis akan melakukan tuntutan-tuntutan perbaikan atas iri dan masyarakatnya. Hal ini nampak ditunjukkan oleh gerakan-gerakan mahasiswa melalui pernyataan keprihatinan, demo dan protes kepada lembaga-lembaga legislatif. Disamping itu juga kelompok-kelompok masyarakat yang menama-kan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) bermaksud untuk menya-darkan dan sekaligus memberdayakan dirinya, sehingga ia dan mereka dapat menegakkan hakikat kemanusiaannya. Sebab selama ini industrialisasi menegasi kemanusiaan.
Tidaklah mengherankan bila Marcuse mengatakan bahwa masyarakat industri modern adalah masyarakat yang tidak sehat, yang dianggap sebagai masyarakat yang berdimensi satu, masyarakat yang represif dan totaliter (Marcuse, 1969; Sastrapratedja,1983). Manusia-manusia yang hidup di dalamnya dibuatnya pasif, reseptif, dan tidak lagi menghendaki perubahan.Yang lebih menarik lagi kata Marcuse adalah bahwa masyarakat industri modern tetap merupakan masyarakat yang teralienasi, karena mengasingkan manusia-manusia yang menjadi warganya dari kemanusiaannya. Bahkan lebih gawat lagi karena manusia-manusia tersebut semakin tidak menyadari bahwa dirinya itu dalam keadaan yang teralienasi.
Gerakan protes atau demo mahasiswa yang sudah berlangsung berbulan-bulan dan menghangat setelah terjadi dialog dan kenaikan BBM, pernyataan Pangab yang akan melibas demonstrasi mahasiswa, jika sampai keluar kampus, semakin membenarkan teori Althuser tentang kekuasaan negara (state power) dan perangkat negara (state apparatus). Di mana secara khusus lagi bahwa state apparatus dibedakan lagi dengan perangkat negara yang repressive dan perangkat negara yang ideologis. Dialog antara mahasiswa dan pemerintah merupakan operasionalisasi dari perangkat negara yang ideologis.

Kesimpulan

Berdasarkan pada deskripsi tentang teori kritis dan sekilas perubahan sosial, maupun analisis teoretik dari kaitan antara kedua-nya, serta penelusuran peran emansipatoris dapatkan dijelaskan sebagai berikut:
Teori kritis sebagai salah satu teori sosial lahir berkembang dan diperuntukkan masyarakat Barat yang pada jamannya telah merebak dengan apa yang disebut modernisasi atau kapitalisasi. Masyarakat yang bersifat kapitalistik mempunyai karakter yang kurang lebih sama dengan masyarakat Indonesia. Terdapat anggota masyarakat yang berpunya (the have) dengan yang miskin (the have not), kelas yang berkuasa dengan yang dikuasai, kelas yang dominan dengan yang tidak dominan, kelompok elitis dengan yang populis. Kelas yang memiliki dan kelas yang dimiliki. Bahkan yang terpenting di era industrialisasi (yang kini terjebak dalam krisis) sudah nampak bahwa produksi bukan untuk memenuhi kebutuhan manusia, melainkan produksi untuk kepentingan pasar dan penumpukkan modal.
Namun nampaknya teori kritis mempunyai relevansi yang cukup kuat terhadap realitas sosial di Indonesia. artinya bahwa teori kritis masih mempunyai kredibilitas sebagai pisau analisis dan daya emansipasi terhadap masyarakat Indonesia yang juga bersifat kapitalistik.
Salah satu teori sosial itu adalah teori kritis, teori ini diilhami oleh pandangan-pandangan pokok Marx, oleh karena itu tidak terlalu salah kalau teori kritis disebut teori Marxian. Walaupun justru dalam teori kritis, pikiran-pikiran Marxian sudah ditinggalkan, dan kemu-dian melahirkan pengertian-pengertian baru yang lebih relevan dengan realitas sosial yang ada.
Agar teori kritis dapat menjadi emansipatoris harus memenuhi syarat: pertama, ia harus curiga dan kritis terhadap masyarakat; kedua, ia harus berpikir secara historis; ketiga, ia harus tidak memisahkan teori dan praksis. Tampaknya tiga hal tersebut belum mencukupi, oleh karena itu perlu ditambah teori tindakan komuni-katif. Sebab komunikasi inilah yang akan mengatasi kemacetan teori kritis sebagai teori emansipatoris. Bagaimanapun juga pengetahuan kita tentang masyarakat dan sejarah itu bukan hanya sebuah kontem-plasi, melainkan mendorong praksis perubahan sosial. Hal ini sebagai-mana dipahami oleh pendukung dan pembaharu teori kritis dalam memahami praksis bukan hanya sebagai kerja melainkan juga sebagai komunikasi.
Persoalan terakhir terletak di mana kaitan dan atau relevansinya dengan Sejarah Intelektual, maka diasumsikan bahwa melalui teori kritis ini Sejarah Intelektual menjadi esensi didalamnya, selayaknya pula bahwa Sejarah Intelektual bersinergi dengan teori kritis sebagai salah satunya, tentunya dengan tidak meninggalkan teori tradisional dan atau yang biasa dikenal positivis.

Daftar Rujukan
Beoang, Konrad Kebung. 1997. Michel Foucoult: Parrhesia dan Persoalan Mengenai Etika. Jakarta: Obor
Berger, Peter L. dan Luckmann, Thomas. 1990. Tafsir Sosial atas Kenyataan. Risalah Tentang Sosiologi Pengetahuan. (terjemahan Hasan Basari). Jakarta: LP3ES
Connerton, Paul. 1976. Critical Sosiology. Adorno, Habermas, Benjamin, Horkheimer, Marcuse, Neumann. England: Penguin Books
Fay, Brian. 1991. Teori Sosial & Praktek Politik. (terjemahan Budi Murdono). Jakarta: Grafiti
Freire, Paulo. 1984. Pendidikan sebagai Praktek Pembebasan. (terjemahan: Alois A. Nugroho).Jakarta: Gramedia
Freire, Paulo. 1995. Pendidikan Kaum Tertindas. Cetakan kedua (terjemahan: tim). Jakarta: LP3ES
Fromm, Erich.1987. Memiliki dan Menjadi. terjemahan F. Soesilo-hardo.Jakarta: LP3ES.
Habermas, Jurgen. 1990. Ilmu dan Teknologi sebagai Ideologi. (terjemahan Hassan Basari). Jakarta: LP3ES
Hardiman, Francisco Budi. 1990. Kritik Ideologi. Pertautan Pengetahuan dan Kepentingan. Yogyakarta: Kanisius
Hardiman, F. Budi. 1993. Menuju Masyarakat Komunikatif. Ilmu, Masyarakat, Politik & Postmodernisme Menurut Jurgen Habermas. Yogyakarta: Kanisius
Kleden, Ignas. 1987. Sikap Ilmiah dan Kritik Kebudayaan. Jakarta: LP3ES
Laurer, Robert H. 1989. Perspektif Tentang Perubahan Sosial. (terjemahan. Alimandan). Jakarta: Bina Aksara
Mannheim, Karel. 1991. Ideologi dan Utopia. Menyingkap kaitan Pikiran dan Politik. Yogyakarta: Kanisius
Peursen, C.A. van. 1976. Strategi Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius
Polanyi, Michael. 1996. Segi Tak Terungkap Ilmu Pengetahuan. (terjemahan Mikhael Dua) Jakarta: Gramedia
Popper, Karl. R. 1985. Gagalnya Historisisme. Jakarta: LP3ES
Ritzer, George. 1992. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. (penyadur: Alimandan). Jakarta: Rajawali Pers
Sastrapratedja, M. (ed). 1983. Manusia Multi Dimensional. Sebuah Renungan Filsafat. Gramedia: Jakarta
Sindhunata, 1983. Dilema Usaha Manusia Rasional. Kritik Masya-rakat Modern oleh Max Horkheimer dalam Rangka Sekolah Franfurt. Jakarta: Gramedia
Suseno, Frans Magnis. 1992. Filsafat Sebagai Ilmu Kritis. Yogya-karta: Kanisius
Suseno, Frans Magnis. 1977. Ringkasan Sejarah Marxisme dan Komunisme. (diktat). Jakarta: Sekolah Tinggi Filsafat Driyar-kara

*) Tulisan ini disarikan dari karya Gm. Sukamto Dn yang berjudul "Teori Kritis dan Sejarah Intelektual", dalam Jurnal Sejarah Tahun Kesembilan No 2,  Agustus 2003

*

Sabtu, 20 April 2013

Intisari Machiavelisme


Terlahir dengan nama Nicollo Machiavelli, tokoh yang lahir dan meninggal di Florence ( 3 Mei 1469 – 21 Juni 1527) ini adalah seorang diplomat, filsup dan politikus Italia yang menjadi figur utama dalam realitas teori politik, ia sangat disegani di Eropa terutama pada masa Renaisance.

Machiavelli termasuk sosok yang fenomenal. Ajarannya banyak dipandang kontroversial dan dituduh tidak bermoral, tetapi di sisi lain diakui atau tidak banyak juga yang mengadopsinya dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam realitas dunia politik, bahkan sampai saat ini. Bahkan sebagian orang menganggap bahwa 

Orang menyebut ajaran Machiavelli dengan sebutan Machiavelisme. Pokok-pokok ajaran machiavelli tertuang dalam salah satu bukunya yang berjudul Il Principe (The Prince). Buku ini dibuat Niccolo Machiavelli untuk penguasa Florence, Lorenzo De’Medici yang sedang berkuasa pada waktu itu. Buku ini berupa surat yang panjang berisi petunjuk bagaimana menjadi raja yang berkuasa, dan disegani oleh penduduk, serta nasihat-nasihat bagaimana usaha untuk mempertahankan kekuasaan.

Il Principe secara luas dianggap sebagai salah satu buku yang paling berpengaruh dalam politik, khususnya menyangkut pemerolehan, pelestarian, dan penggunaan kekuasaan politik di dunia barat. Buku Il Principe dibuat oleh Machiavelli yang seluruh kehidupannya dihabiskannya di Firenze pada saat konflik politik yang berkelanjutan. Nilai utama yang ditekankan Machiavelli adalah kebutuhan akan stabilitas dalam wilayah seorang pangeran/penguasa.

Teori-teori yang diungkapkan dalam Sang Penguasa seringkali dipuja sebagai metode-metode cerdik yang dapat digunakan oleh penguasa yang sedang mencari kekuasaan untuk memperoleh takhta, atau oleh seorang penguasa untuk mengukuhkan pemerintahannya

Beberapa pokok pikiran Machiavellisme dapat diterangkan sebagai berikut:

BERBAGAI MACAM KERAJAAN DAN CARA MENEGAKKANNYA 
  • Semua negara dan wilayah kekuasaan tempat umat manusia bernaung berbentuk suatu negara republik atau suatu kerajaan. Kerajaan karena warisan turun-temurun atau suatu kerajaan baru, atau berupa negara bagian yang digabungkan pada kerajaan warisan seorang raja atas negara-negara bagiaan tersebut. 
  • Raja memperoleh wilayah-wilayah tersebut entah dengan senjata sendiri atau orang lain, atau karena warisan atau karena petualangan yang penuh keberanian.
  • Pada kerajaan yang bersifat turun-temurun, kesulitan-kesulitan yang dihadapi jauh lebih sedikit dibandingkan dengan kesulitan yang dihadapi kerajaan-kerajaan baru. Karena bagi kerajaan-kerajaan warisan sudah cukup kalau tidak melalaikan lembaga-lembaga yang didirikan oleh nenek moyangnya dan kemudian menyesuaikan kebijaksanaan dengan situasi yang ada. Selama raja yang sah tidak melakukan hal-hal yang tidak mengobarkan rasa benci pada rakyat karena tindakannya yang benar-benar jahat, sudah selayaknya rakyat dengan sendirinya tunduk kepadanya.
  • Dalam kerajaan baru justru muncul kesulitan-kesulitan. Pertama, karena rakyat dengan senang hati mengganti penguasanya dengan harapan mereka dapat hidup lebih baik, tetapi mereka terkecoh sendiri sebagaimana mereka alami kemudian, dan kehidupan mereka semakin parah. Ini wajar karena raja baru terpaksa menimpakan beban kepada mereka yang memaksa rakyat tunduk pada pasukan raja. Dengan demikian raja akan dimusuhi rakyat yang telah merelakan daerahnya, tidak ada persahabatan dengan rakyat yang telah membantu raja, sementara raja berhutang kepadanya. Tetapi kalau orang menguasai daerah-daerah yang berbeda bahasa, adat-istiadat, dan hukum, sangat besarlah kesulitan yang harus dihadapi. Salah satu cara terbaik untuk berhasil menguasainya adalah pertama penguasa baru harus tinggal di daerah tersebut. Dengan ada di tempat, kerusuhan akan mudah diketahui dan dapat dicegah dengan cepat, kedua mendirikan koloni-koloni di salah satu wilayah tersebut yang seolah-olah kunci wilayah itu. Kalau tidak raja akan menguras biaya yang tinggi untuk menempatan sejumlah pasukan. Ketiga penguasa wilayah asing tersebut haruslah menjadi pemimpin dan pembela negara-negara tetangganya yang lemah, dan berusaha memperlemah negara-negara yang kuat dan menjaga mereka agar tidak diserbu oleh negara asing yang tidak kalah kekuatannya.
MEREKA YANG BERKUASA DENGAN JALAN KEKEJAMAN

  • Kalau mau merebut suatu negara, penguasa baru haruslah menentukan berat penderitaan yang ia anggap perlu dibebankan pada rakyat. Ia harus menimpakan penderitaan itu hanya untuk sekali, dan jangan mengulang-ulang penderitaan itu setiap hari. Dengan cara itu rakyat akan senang dan akan menarik simpati mereka kepadanya. 
  • Kekerasan harus dilakukan sekali saja, rakyat akan segera melupakannya dan tidak akan menentang lagi. Perlahan-lahan raja harus menunjukkan kebaikan kepada rakyatnya dan rakyat akan mengalami masa yang lebih baik.
KEKUASAAN
  • Tugas penguasa adalah mengamankan kekuasaan yang ada ditangannya agar dapat bertahan dengan langgeng.
  • Tujuan berpolitik adalah memperkuat dan memperluas kekuasaan. Untuk itu segala usaha yang dapat mensukseskan tujuan dapat dibenarkan.
  • Legitimasi kekuasaan membenarkan segala teknik pemanipulasian supaya dukungan masyarakat terhadap kekuasaan tetap ada
  • Keagungan seorang penguasa tergantung pada keberhasilannya mengatasi kesulitan dan perlawanan.
  • Kebaikan moral yang terbesar adalah sebuah negara, yang bajik (virtuous) dan stabil, dan tindakan-tindakan untuk melindungi negara, betapapun kejamnya, dapat dibenarkan
  • Seorang raja boleh melakukan apa saja dengan segala cara untuk mendapatkan dan melanggengkan kekuasaannya.
  • Tujuan dari semua usaha penguasa itu, adalah mempertahankan stabilitas suatu negara agar negara tetap aman dan apabila ada ancaman baik itu dari dalam maupun dari luar negeri maka diadakan tindakan penyelamatan
  • Tindakan yang diambil oleh penguasa tidak berdasarkan kepentingan rakyat. Akan tetapi, tergantung dari keadaan dan desakan situasi sosial tanpa mempedulikan apakah tindakan tersebut dinilai baik atau buruk oleh rakyat
  • Seorang penguasa tidak perlu takut akan kecaman yang timbul karena kekejamannya selama ia dapat mempersatukan dan menjadikan rakyat setia, dan demi keselamatan negara.

KEBIJAKSANAAN
  • seorang penguasa yang bijaksana harus membangun kekuasaannya berdasarkan apa yang ia sendiri kuasainya dan bukan berdasarkan apa yang orang lain kuasai; ia harus berusaha agar ia tidak dibenci. Yang terbaik ialah ditakuti dan dicintai; namun demikian, bila seseorang tidak dapat dua-duanya, lebih baik ditakuti daripada dicintai
  • Seorang penguasa yang bijaksana mampu melihat dan membaca situasi yang mengancamnya dan memperkecil bahaya yang dapat ditimbulkannya.
  • Ada tiga macam kebijaksanaan. Pertama, dapat memahami masalahnya sendiri, kedua menghargai pemahaman orang lain, dan yang ketiga tidak memahami masalah sendiri dan tidak menghargai pemahaman orang lain. Dari ketiga hal itu, yang terakhir merupakan sikap yang buruk.
HUBUNGAN DENGAN MENTERI
  • Seorang penguasa juga harus dapat memilih menteri yang baik, yaitu menteri yang memikirkan dan mementingkan urusan penguasa dan negara.
  • Penguasa harus menjalin hubungan yang baik dengan menterinya dan saling mempercayai.
  • Penguasa harus menyingkirkan para penjilat yang mengelilinginya dengan cara tidak marah apabila ada
    orang yang mengatakan hal yang sebenarnya.
    Darimanapun datangnya nasihat yang bijaksana, tergantung dari kebijaksanaan penguasa, dan
    kebijaksanaan sang penguasa tidak tergantung pada nasihat yang baik.
JANJI PENGUASA 
  • Seorang penguasa yang bijaksana tidak harus memegang janji apabila akan merugikan diri sendiri dan tidak ada alasan yang mengikat.
  • Seorang penguasa tidak akan kehabisan alasan untuk menutupi tipuannya dan kelihatan seolah-olah baik.
  • Dalam usaha mempertahankan wilayah kekuasaan biasanya penguasa membangun benteng pertahanan, akan tetapi benteng-benteng ini bisa berguna bisa juga tidak tergantung dari keadaan.
  • Benteng dapat bermanfaat dan dapat juga merugikan. Akan tetapi, benteng terbaik adalah menghindari jangan sampai dibenci oleh rakyat.
  • Seorang penguasa yang bijaksana mampu melihat dan membaca situasi yang mengancamnya dan memperkecil bahaya yang dapat ditimbulkannya.
  • Dalam usaha menegakkan kekuasaannya seorang penguasa dapat melakukan tindakan yang mengabaikan penilaian moral dari masyarakat, seperti misalnya keluarga dari penguasa sebelumnya harus dimusnahkan semua untuk mencegah terjadinya pemberontakan di kemudian hari.
  • Hal itu harus dilakukan penguasa atas desakan dan tuntutan situasi dalam menguasai suatu wilayah baru agar ancaman terhadap kekuasaan wilayah tersebut lenyap, setelah itu baru menarik simpati rakyat agar mendapatkan dukungan
  • Cara lain untuk mengamanan kekuasaannya diwilayah baru adalah penguasa baru harus tinggal di wilayah tersebut, mendirikan koloni-koloni, dan menempatkan pasukan serta infanteri dalam jumlah yang besar.
  • Wilayah baru dapat diperintah oleh penguasa penggantinya tanpa adanya pemberontakan walaupun penguasa baru tersebut telah meninggal bila diperintah dengan bersatu dan para bangsawan tetap diberi kekuasaan di wilayah mereka dimana mereka diakui dan dicintai.
KEMURAHAN HATI DAN PENGHEMATAN

  • Jika Anda ingin memperoleh nama baik karena kemurahan hati, Anda harus secara mencolok bertindak boros. Raja yang bertindak demikian akan segera menghabiskan hartanya. Akhirnya ia dengan terpaksa menarik pajak yang berat dan melakukan segala cara hanya supaya dapat meperoleh uang. Kalau ia menyadari hal ini dan mencoba menelusuri jalan yang benar, ia segera akan dicap sebagai seorang yang kikir. Karena itu raja tidak perlu bertindak murah hati untuk membuat dirinya tersohor, kecuali ia mau mempertaruhkan dirinya.
  • Jika ia bijaksana, ia tidak akan berkeberatan dianggap sebagai orang yang sebetulnya murah hati, karena menyadari bahwa dengan menghemat pendapatan yang ada, ia dapat mempertahankan diri dari penyerbu/musuh, dan ia dapat melakukan perlawanan tanpa membebani rakyat.
TENTANG PERTAHANAN DAN MILITER
  • Dua dasar yang paling penting bagi setiap negara, adalah hukum yang sehat dan pasukan-pasukan militer yang kuat.
  • Untuk melanggengkan kekuasaannya seorang penguasa harus mempunyai hukum dan angkatan perang yang baik.
  • Hukum tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya angkatan perang yang baik
  • Angkatan perang merupakan landasan seorang penguasa untuk mempertahankan negaranya.
  • Angkatan perang yang dimaksud adalah tentara sendiri bukan tentara bayaran atau tentara bantuan, karena tentara bayaran dan tentara bantuan tidak ada gunanya, mereka tidak disiplin dan tidak setia.
  • Seorang penguasa yang mandiri adalah penguasa yang dapat menghadapi musuh manapun dalam medan pertempuran.
  • Seorang penguasa yang hanya mengandalkan perbentengan atau bantuan dari yang lainnya dan hanya bersikap defensif, tidaklah mandiri.
  • Bila seorang penguasa tidak dapat membentuk suatu pasukan yang kuat dan harus mengandalkan yang lainnya untuk pertahanannya, ia harus membentengi kotanya.
  • Sebuah kota yang dibentengi dengan baik tidak akan menjadi sasaran serangan, dan bila diserang, kebanyakan tentara tak dapat bertahan dalam pengepungan yang berkepanjangan.
  • Dalam suatu pengepungan, seorang penguasa yang bijak akan menjaga moral warga tetap tinggi, sementara menyingkirkan semua pembangkang Karenanya, selama kota itu dipertahankan dengan baik dan mempunyai cukup pasokan, seorang penguasa yang bijaksana dapat menghadapi pengepungan apapun.
  • Penguasa yang tidak mempunyai tentara sendiri hanya mengandalkan nasib mujur saja, karena tidak mempunyai sarana yang dapat diandalkan untuk mempertahankan negara pada masa-masa sulit.
  • Tentara sendiri adalah tentara yang terdiri dari rakyat atau warga negara atau orang-orang yang dikuasainya. Penguasa harus mempelajari perang dan organisasinya serta cara mendisiplinkan pasukannya

Uraian di atas hanya sebagian dari inti ajaran machiavelli, untuk mempelajari lebih jauh tentang machiavelisme ini bisa di baca referensi di bawah ini:
  • Machiavelli, (2002). The Art Of War. Yogyakarta: Bentang Budaya.
  • Machiavelli, Niccolo. 1987.Sang Penguasa: Surat Seorang Negarawan kepada Pemimpin Republik. Terj. M. Sastrapratedja. Jakarta: Gramedia.
  • Machiavelli, Niccolo. 1999. Principe II (terj. Sang Penguasa). Jakarta: Gramedia.


Daftar nilai Semester ganjil tahun 2012-2013


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) PERSATUAN ISLAM
KAMPUS DAERAH CISURUPAN
DAFTAR NILAI AKHIR 
SEMESTER GANJIL (III) TAHUN AKADEMIK 2012/2013

Mata Kuliah     :  Sejarah Australia
Dosen              :  Enang Cuhendi,S.Pd.

No Nama Mahasiswa
Tugas Absensi UTS UAS Akhir
20% 30% 20% 30% Angka Huruf
1 ABDUL KARIM 3,00 4,00 3,00 2,50 3,15 B
2 AYI ABDULROHMAN 2,75 3,50 3,00 3,00 3,10 B
3 DENI SAEPUROHMAN 3,00 4,00 3,00 3,00 3,30 B
4 DEVI MULYADI 3,00 4,00 3,50 3,50 3,55 A
5 ELIS PEPI 3,00 3,00 3,00 2,50 2,85 B
6 HANIK SETIAWATI 0,00
7 IIN NURAENI 3,00 4,00 3,25 3,00 3,35 B
8 KHOLID ZAENAL ARIF 3,00 4,00 3,00 2,50 3,15 B
9 LENI MARLINA 3,00 4,00 3,00 2,50 3,15 B
10 NANDANG ZAENUDIN 3,25 4,00 3,25 2,50 3,25 B
11 RANTI SUGIARTI 3,50 4,00 3,50 3,00 3,50 A
12 RINI RUSMIATI 3,00 4,00 3,00 2,50 3,15 B
13 SAEPUL AHYAR 3,25 3,50 3,25 2,50 3,10 B
14 SONA 3,00 4,00 2,75 2,50 3,10 B
15 SOPIANTI 3,00 4,00 3,25 3,00 3,35 B
16 SRI MULYANI 3,00 4,00 3,00 3,00 3,30 B
17 TAOPIK HIDAYAT 3,25 4,00 3,00 2,50 3,20 B

SEMESTER GANJIL (V) TAHUN AKADEMIK 2012/2013
Mata Kuliah  :  Metodologi Sejarah
Dosen             :  Enang Cuhendi,S.Pd.
No Nama Mahasiswa
Tugas Absensi UTS UAS Akhir
20% 30% 20% 30% Angka Huruf
1 ABDUL MUGHNI 3,00 3,50 3,00 2,50 3,00 B
2 AEP 3,00 2,50 3,50 2,50 2,80 B
3 ASEP HERMAWAN 3,00 3,50 3,50 2,50 3,10 B
4 ASEP LUKMAN 4,00 4,00 3,00 3,00 3,50 A
5 ASEP SYAHRUL 3,50 3,50 3,50 3,00 3,35 B
6 AYI MALIHAH 4,00 4,00 3,50 3,50 3,75 A
7 BERHANUDIN  - 3,50  - 2,00 1,65 BL
8 ELI MEILIANI 3,00 4,00 3,00 2,50 3,15 B
9 ENGKAS SOLIHAH 3,00 4,00 3,00 3,00 3,30 B
10 NURMANSYAH 3,00 4,00 3,00 3,00 3,30 B
11 POPI KAMALIA 3,50 4,00 4,00 3,00 3,60 A
12 RIDWANSYAH 4,00 3,00 3,00 3,50 3,35 B
13 SAEPUL BASOR 3,00 4,00 3,50 3,00 3,40 B
14 ULFAH FAUZIAH 3,00 4,00 3,00 2,50 3,15 B
15 Dedi Rustandi 3,00 2,50 3,00
2,50
2,70
B









SEMESTER GENAP (I) TAHUN AKADEMIK 2012/2013
Mata Kuliah    :  Sejarah Eropa
Dosen             :  Enang Cuhendi,S.Pd.
No Nama Mahasiswa Nilai
Tugas Absensi UTS UAS Akhir
20% 30% 20% 30% Angka Huruf
1 Acep Heri Winarno 3,00 4,00 3,00 2,50 3,15 B
2 Agip Abdul Basith 3,00 4,00 2,75 2,00 2,95 B
3 Dani Rahmat Kurniawan 3,00 3,00 2,75 2,00 2,65 C
4 Deden Bakti Raharjo 2,75 4,00   2,00 2,35 BL
5 Ela Nurulmila 3,25 4,00 3,50 3,25 3,53 A
6 Ikhsan Saepul Bahri 3,00 4,00 2,75 3,00 3,25 B
7 Nia Kurnia 2,75 2,50 2,75 2,00 2,45 c
8 Nurdin 3,00 4,00 2,75 2,00 2,95 B
9 Nurlaela 3,00 4,00   2,00 2,40 BL
10 Nurodin 2,75 4,00 2,75 2,50 3,05 b
11 Reni Meilani 2,75 4,00 2,75 2,00 2,90 B
12 Supriadi Anshori 2,75 4,00 3,00 2,00 2,95 B
13 Taopik Mauludin 2,75 4,00 2,75 2,50 3,05 B
14 Tedi Pardiana 3,50 4,00 3,50 3,00 3,50 A
15 Tisna Sutisna 2,75 4,00 2,75 3,00 3,20 b
16 Wahyuni 3,50 4,00 3,50 3,00 3,50 A
17 Widi Hijriantini 3,25 4,00 3,50 3,25 3,53 A
18 Yayan Rusmana 2,75 3,00 2,75 2,25 2,68 C
19 Tatang Hermawan 2,75 2,50 3,25 3,00 2,85 B