Selasa, 29 November 2011

Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB)

Di samping Penilaian Kinerja Guru Berdasarkan Permennegpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 diatur pula tentang Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB). Adapun yang dimaksud dengan pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB) adalah pengembangan kompetensi guru yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, bertahap, berkelanjutan untuk meningkatkan profesionalitasnya.
PKB merupakan salah satu komponen pada unsur utama yang kegiatannya diberikan angka kredit. Unsur utama yang lainnya adalah pendidikan dan pembelajaran/bimbingan.
Unsur kegiatan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) terdiri dari tiga macam kegiatan, yaitu:
A.        Pengembangan Diri
Kegiatan pengembangan diri pada kegiatan PKB adalah kegiatan yang dilakukan guru untuk meningkatkan kompetensi dan keprofesiannya. Kegiatan tersebut dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan (diklat) fungsional dan/atau melalui kegiatan kolektif guru. Penjelasan kedua macam kegiatan dimaksud sebagai berikut:

1.         Mengikuti Diklat Fungsional
Diklat fungsional bagi guru adalah kegiatan guru dalam mengikuti pendidikan atau latihan yang bertujuan untuk meningkatkan keprofesian guru yang bersangkutan dalam kurun waktu tertentu. Macam kegiatan dapat berupa kursus, pelatihan, penataran, maupun berbagai bentuk diklat yang lain. Guru dapat mengikuti kegiatan diklat fungsional, atas dasar penugasan baik oleh kepala sekolah/madrasah atau institusi yang lain, maupun atas kehendak sendiri dari guru yang bersangkutan.

2. Mengikuti Kegiatan Kolektif Guru
Kegiatan kolektif guru adalah kegiatan guru dalam mengikuti kegiatan pertemuan ilmiah atau mengikuti kegiatan bersama yang dilakukan guru yang bertujuan untuk meningkatkan keprofesian guru yang bersangkutan. Macam kegiatan tersebut dapat berupa:
a)   Mengikuti lokakarya atau kegiatan kelompok/ musyawarah kerja guru atau inhouse training untuk penyusunan perangkat kurikulum dan/atau kegiatan pembelajaran termasuk pembelajaran berbasis TIK, penilaian, pengembangan media pembelajaran, dan/atau kegiatan lainnya untuk kegiatan pengembangan keprofesian guru.
b)      Mengikuti, baik sebagai pembahas maupun sebagai peserta, pada seminar, koloqium, diskusi panel, atau bentuk pertemuan ilmiah lainnya.
c)  Mengikuti kegiatan kolektif lain yang sesuai dengan tugas dan kewajiban guru terkait dengan pengembangan keprofesiannya.
Guru dapat mengikuti kegiatan kolektif guru atas dasar penugasan baik oleh kepala sekolah/madrasah atau institusi yang lain, maupun atas kehendak sendiri guru bersangkutan.

B.         Publikasi Ilmiah pada Kegiatan PKB
Publikasi ilmiah terdiri dari tiga kelompok kegiatan, yakni:
1.     presentasi pada forum ilmiah;
2.     publikasi hasil penelitian atau gagasan inovatif pada bidang pendidikan formal; dan
3.     publikasi buku teks pelajaran, buku pengayaan dan/atau pedoman guru.

Uraian dari masing-masing kegiatan di atas adalah sebagai berikut.
1.     Presentasi pada Forum Ilmiah
Guru seringkali diundang untuk mengikuti pertemuan ilmiah. Tidak jarang, mereka juga diminta untuk memberikan presentasi, baik sebagai pemrasaran atau pembahas pada pertemuan ilmiah tersebut. Untuk keperluan itu, guru harus membuat prasaran ilmiah.
Prasaran ilmiah adalah sebuah tulisan ilmiah berbentuk makalah yang berisi ringkasan laporan hasil penelitian, gagasan, ulasan, atau tinjauan ilmiah. Untuk memperoleh angka kredit dalam kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan, maka isi makalah haruslah mengenai permasalahan pada bidang pendidikan formal pada satuan pendidikannya sesuai tugas guru yang bersangkutan.

2.    Publikasi Ilmiah Berupa Hasil Penelitian atau Gagasan Ilmu Bidang Pendidikan Formal
Karya tulis ilmiah guru dapat dipublikasikan dalam bentuk laporan hasil penelitian (misalnya laporan Penelitian Tindakan Kelas) atau berupa tinjauan/gagasan ilmiah yang ditulis berdasar pada pengalaman dan sesuai dengan tugas pokok serta fungsi guru.
Publikasi karya tulis ilmiah guru di atas, terdiri dari empat kelompok, yakni:
a)       Laporan hasil penelitian.
b)      Tinjauan ilmiah.
c)       Tulisan ilmiah popular.
d)      Artikel ilmiah.

3.         Publikasi Buku Teks Pelajaran, Buku Pengayaan, dan/atau Pedoman Guru
Publikasi ilmiah pada kelompok ini terdiri dari penyusunan atau penulisan:
a)       Buku Pelajaran
b)      Modul/Diktat Pembelajaran
c)       Buku dalam Bidang Pendidikan
d)      Karya Terjemahan
e)       Buku Pedoman Guru

C.         Karya Inovatif Kegiatan PKB
Kegiatan PKB yang berupa karya inovatif, terdiri dari 4 (empat) kelompok, yakni:
1.       menemukan teknologi tepatguna;
2.       menemukan/menciptakan karya seni;
3.       membuat/memodifikasi alat pelajaran/peraga/ praktikum;
4.       mengikuti pengembangan penyusunan standar, pedoman, soal, dan sejenisnya


Tulisan ini disarikan dari Kementerian Pendidikan Nasiona, 2010, Pedoman Kegiatan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) Dan Angka Kreditnya, Jakarta, Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga Kependidikan  

Jumat, 25 November 2011

Seri Metodologi Sejarah : Kemungkinan “Kekeliruan” dalam Historiografi

Sejarawan David Hackett Fischer dalam bukunya Historian’Fallacies. Toward a Logic of Historical Thought, sebagaimana disampaikan kembali oleh Helius Sjamsuddin dalam  Metodologi Sejarah (2010: 171-179) menginventarisir sejumlah kemungkinan “kekeliruan” ( fallacies) yang bisa dilakukan sejarawan dalam kegiatan penafsiran dan penulisan sejarah atau historiografi. Kekeliruan tersebut antara lain:

1.    Kekeliruan Anakronisme (the fallacy of anachronism)
Kekeliruan anakronisme terjadi ketika seorang sejarawan membuat tulisan atau pertimbangan terhadap sesuatu peristiwa tidak sesuai dengan waktu atau masanya. Anakronisme dapat terjadi dalam beberapa bentuk, seperti:
a.   kesalahan dalam penempatan tanggal atau tahun suatu peristiwa, contohnya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia disebutkan 16 Agustus 1945
b. kesalahan penempatan objek pada suatu masa tertentu, contohnya menyebut senjata jenis M-16 sebagai salah satu senjata yang dipakai dalam Perang Dunia I
c. kesalahan penempatan istilah-istilah, misalnya istilah gerakan reformasi untuk menyebut gerakan mahasiswa Indonesia tahun 1966
d.   kesalahan dalam penempatan peristiwa, misalnya kongres pemuda Indonesia I tertukar dengan kongres pemuda Indonesia II

Jika suatu peristiwa disebut lebih awal daripada yang sebenarnya disebut “prokronisme” , sebaliknya jika disebutkan lebih kemudian daripada kejadian yang sesungguhnya disebut “metakronisme”.

2.    Kekeliruan “Presentisme” (the fallacy  of presentism)
Presentisme sering juga disebut “present mindedness” . Dalam hal ini kekeliruan terjadi berupa “pemaksaan” materi sejarah masa lalu digunakan untuk kepentingan masa sekarang. Contohnya, penggunaan sejarah sebagai alat propaganda untuk kepentingan ideologi politik atau untuk mendukung program politik tertentu seperti yang dilakukan sejarawan Nazi Jerman jaman Hitler atau sejarawan komunis di Uni Soviet jaman Stalin. Resiko dari presentisme sebenarnya cukup besar karena materi sejarah yang digunakan dapat dibuat-buat atau didistorsi. Evidensi sejarah tidak diteliti dan digunakan dengan cermat sebagaimana seharusnya, begitu pula dengan konstruksi cerita sebenarnya dari masa lalu tidak dilakukan karena hasilnya telah ditentukan sebelumnya berdasarkan atas standar yang sudah diyakini atau diproyeksikan sejarawan ke masa lalu.

3.    Kekeliruan “Antikuarian” (the antiquarian fallacy)
Kekeliruan antikuarian dapat terjadi jika sejarawan dengan sengaja memutuskan sama sekali hubungannya dengan masa ketika ia hidup dengan maksud semata-mata hanya untuk mempelajara masa masa yang lain. Dengan kata lain ini kekeliruan ini hampir kebalikan dari presentisme.  

4.    Kekeliruan “Sejarah Terowongan” (the fallacy of tunel history)
Sejarah terowongan atau tunel history  adalah sebutan lain untuk bentuk-bentuk sejarah tematis. Penamaan ini diberikan oleh J.H. Hexter. Di antara bentuk sejarah tematis yang kita kenal seperti: sejarah politik, sejarah ekonomi, sejarah sosial, sejarah militer, sejarah kolonial, sejarah lokal dan sebagainya. Alasan pengelompokkan sejarah manusia secara tematis adalah untuk mempermudah mempelajari masa lalu manusia yang begitu luas. Kelemahan jika menggunakan “ visi terowongan” ini menjadikan kajian sejarah lebih deterministik karena sejarawan hanya fokus pada satu tema yang dikajinya dan cenderung mengabaikan tema yang lain. Oleh sebab itu, salah satu upaya untuk mengatasi masalah ini di samping tema sentral dalam deskripsi, narasi atau analisis perlu menggunakan pendekatan ilmu-ilmu sosial atau menggunakan metode komparatif.

5.    Kekeliruan Periodisasi (the fallacy of false periodization)
Sejarah adalah suatu proses dalam kehidupan manusia yang bergerak linear secara terus menerus tanpa dapat dihentikan. Untuk  dapat memahami arah, kecenderungan, pola, karakteristik yang sudah berlangsung yang pada akhirnya memahami makna perjalanan sejarah, poros waktu “dihentikan sementara” lalu dipenggal-penggal dalam periode-periode tertentu. Setiap bangsa tentu saja memiliki pembabakan atau periodisasi tertentu yang berbeda dengan bangsa yang lain. Dalam hal ini , sejarawan seringkali tidak tepat dalam menetapkan batas-batas temporal atau patokan periodisasi sejarah suatu bangsa. “Kesalahan” ini tidak jarang terjadi karena memang sifatnya yang “subjektif”. Periodisasi yang umum salah disebut hectohistory  yaitu jika sejarah dipenggal-penggal secara rapi ke dalam “periode Procrustean”yaitu masing-masing misalnya: tiap seratus tahun, setengah abad, seperempat abad, sepuluh tahun. Sehingga ada periode awal abad ke-20, pertengahan abad ke-20, akhir abad ke-20 dan seterusnya.

6.    Kekeliruan Teleskopik (the telescopic fallacy)
Kekeliruan yang terjadi di sini yaitu ketika sejarawan sedang membuat deskripsi, narasi atau analisis cenderung terdorong untuk meringkas sebuah kisah sejarah yang seharusnya panjang. Hasilnya menjadi sebuah historiografi yang tidak utuh.

7.    Kekeliruan “Berkepanjangan” (the interminable fallacy)
Kekeliruan ini adalah kebalikan dari kekeliruan teleskopik. Kisah sejarah cenderung dibuat panjang dari yang seharusnya ringkas, sehingga terkesan bertele-tele. Kesalahan ini bisa terjadi karena sumber yang terbatas.

8.    Kekeliruan Kronik (the cronic fallacy)
Kekeliruan kronik terjadi ketika sejarawan memaksakan ceritanya menurut urutan waktu yang cenderung kaku dari peristiwa-peristiwa yang terjadi. Dalam hal ini sejarah laksana sebuah kronik yang mengalir berdasarkan urutan waktu terjadinya peristiwa tanpa terputus-putus. Masalah kronologi waktu memang menjadi bagian tak terlepaskan dari sejarah dan menjadi ciri yang membedakan sejarah dengan ilmu-ilmu sosial lainnya, akan tetapi seorang sejarawan tidak perlu kaku dengan urutan waktu supaya kecenderungan, pola atau ciri-ciri dari sebuah proses sejarah tetap dapat terlihat.

9.    Kekeliruan Didaktik (the didactic fallacy)
Sebuah kekeliruan didaktik dapat terjadi ketika sejarawan cenderung terlalu “menggurui”. Sang sejarawan menulis dengan maksud untuk menarik “pelajaran-pelajaran” tertentu dari sejarah dengan maksud untuk mengatasi  problem-problem yang terjadi saat ini tanpa menghiraukan perubahan-perubahan yang menyela di antaranya.
Beberapa tipe khusus dari “ kekeliruan” antara lain:
a. Menghidupkan kembali ajaran-ajaran moral, kepercayaan, atau aturan-aturan yang berlaku pada masa lalu untuk “memurnikan” masa sekarang
b. Mengulang kembali keberhasilan politik masa lalu dengan cara meniru program-program dari para politikus yang pernah berhasil
c.   Menerapkan hasil kajian sesuatu masalah yang dianggap berhasil kepada masalah lain, meskipun kedua masalah tersebut tidak sama, baik karena waktu maupun tempatnya.
Mengenai pemanfaatan nilai guna sejarah untuk kehidupan sekarang memang tidak ada salahnya, sebagaimana negarawan Romawi Cicero (106-43sM) mengatakan bahwa historia magistra vitae (sejarah adalah guru kehidupan). Akan  tetapi yang terpenting adalah terletak pada rambu-rambu bahwa sejarawan dapat menulis sejarah sebagai “ guru kehidupan” tanpa harus terlalu jauh “menggurui”.

Demikian beberapa “kekeliruan” atau”kesalahan” yang harus dihindari oleh seorang sejarawan dalam proses penafsiran atau penulisan suatu peristiwa sejarah. 

Rabu, 23 November 2011

Seri Sejarah Australia: New South Wales Corps VS Gubernur

New South Wales (NSW) Corps adalah resimen tentara kerajaan Inggris yang ditugaskan secara khusus di wilayah koloni New South Wales, Auatralia. Pasukan ini mempunyai pengaruh yang besar pada masa awal pertumbuhan koloni, terutama dalam hal menjaga keamanan koloni dan memonopoli perdagangan. Sehingga seringkali mereka disebut sebagai tentara pedagang.

Cikal bakal pasukan NSW corps, adalah satu detasemen angkatan laut kerajaan Inggris yang datang bersamaan dengan rombongan “First Fleet” di bawah pimpinan Kapten Arthur Phillip tahun 1788. Pada mulanya pasukan ini lebih diutamakan pada tugas keamanan (civilian duties). Baru pada tahun 1789 pemerintah Inggris secara resmi membentuk pasukan yang diberinama New South Wales Corps dengan tugas ganda di bidang pertahanan dan keamanan (military and civilian duties). Detasemen pertama pasukan NSW Corps, berjumlah 100 orang, tiba di Australia 1790. Sedangkan detasemen kedua, dibawah pimpinan Mayor Francis Grose tiba pada bulan Pebruari 1792.

Pada masa awal tugasnya di Australia peran pasukan NSW Corps relatif normal. Hubungan antara pasukan ini dengan Gubernur Arthur Phillip cenderung tidak ada masalah yang berarti. Permasalahan baru muncul justru ketika Arthur Phillip pensiun dari jabatan gubernur dan kembali ke Inggris bulan Desember 1792. Pengganti Arthur Phillip, yaitu John Hunter baru tiba tahun 1795. Keterlambatan ini memberi peluang kepada perwira-perwira senior NSW corps untuk menguasai koloni, dengan pangkat Letnan Gubernur. Mayor Francis Grose menjadi letnan gubernur pertama NSW.

Mayor Francis Grose bukanlah tipe pemimpin sebaik Arthur Phillip. Walaupun demikian dia memberikan warna tersendiri dalam perjalanan sejarah koloni NSW. Grose mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang pada akhirnya memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan koloni, yaitu antara lain membagi-bagikan tanah dalam jumlah yang sangat luas kepada para perwira NSW Corps berikut  dengan tenaga kerja, suplai makanan dan peralatannya. Para perwira tersebut diharapkan dapat mengerjakan tanahnya dengan mempekerjakan para narapidana dan menjual hasilnya kepada pemerintah. Kebijakan ini sebenarnya pernah dikeluarkan pada masa pemerintahan Arthur Phillip hanya tidak berhasil karena para perwira militer ini menolak membantu Phillip untuk mengolah tanah.
Kebijakan Grose yang kedua adalah mendorong perwira NSW Corps melakukan tindakan monopoli dalam perdagangan. Para perwira dapat membeli barang dari kapal-kapal yang tiba di koloni itu dengan harga yang ditentukan sendiri oleh mereka. Keuntungan yang didapat para perwira pedagang ini bisa mencapai 1000%. Atas dasar kebijakan Grose tersebut bukan suatu hal yang aneh kalau kemudian perkembangan kehidupan para perwira pedagang mengalami lonjakan yang sangat berarti. Ekonomi mereka berkembang pesat.

Sekitar tahun 1800, para perwira pedagang mulai mengembangkan kehidupan yang eksklusif. Sikap arogan dan intoleran terhadap siapapun yang berani mengganggu aktifitas mereka menjadi ciri mereka. Salah satu yang paling berpengaruh diantara mereka adalah John Macarthur, seorang perwira pedagang, peternak dan petani yang paling sukses dan berpengaruh serta sangat disegani oleh kalangan NSW Corps. Satu kelemahan Macarthur adalah sikapnya yang gila hormat dan mudah tersinggung serta cenderung terjerumus kearah sikap yang ingin menghancurkan segala yang berusaha menghalanginya. Sikap negatif inilah yang kemudian mendorong John Macarthur seringkali berselisih dengan gubernur-gubernur NSW pasca Arthur Phillip.

Pertentangan pertama antara kelompok perwira pedagang dengan pemerintah, dalam hal ini gubernur NSW terjadi pada masa pemerintahan Kapten John Hunter. Hunter datang ke NSW mengantikan Arthur Phillip pada tahun 1795. Langkah awal yang dilakukan Hunter sebagai gubernur adalah berusaha menentang pertumbuhan kekuasaan para perwira pedagang dan menertibkan lalu lintas perdagangan rum (sejenis minuman keras)  yang menjadi primadona di koloni saat itu. Kebijakan ini mendapat tantangan hebat dari para perwira pedagang karena dianggap merugikan dan mengusik eksistensi kekuasaan mereka. Sebagai reaksi, Selain tidak mau mengikuti kebijakan Hunter, para perwira pedagang juga akhirnya mengirimkan surat keluhan dan keberatan ke London atas sikap kepemimpinan Hunter. Sebagai upaya untuk mengatasi pertentangan yang lebih parah, pemerintah Inggris akhirnya lebih memilih untuk menarik Hunter kembali ke Inggris mengingat dominasi dan pengaruh yang sangat kuat dari para perwira NSW Corps di koloni. Tahun 1800 akhirnya John Hunter  digantikan oleh Phllip Gidley King.

Masa pemerintahan King berlangsung dari tahun 1800 sampai dengan 1806. Selama enam tahun masa pemerintahnnya, King berhasil mendorong diadakannya eksplorasi pantai Australia untuk memperluas koloni. Selain itu, King juga berhasil menggagalkan terjadinya pemberontakan yang dilakukan para narapidana politik (political prisoners) berkebangsaan Irlandia yang dikirim oleh pemerintah Inggris ke koloni pasca peristiwa Pemberontakan Irlandia tahun 1800.
Walaupun demikian, dibalik keberhasilannya tetap saja King gagal mengatasi masalah dominasi para perwira pedagang. Upaya King mengatasi masalah rum yang diyakini akan mengganggu perkembangan koloni tidak berjalan lancar. Pengaturan peredaran dan penggunaan  rum dan upaya membuka pabrik bir di Parramata untuk mengalihkan perhatian masyarakat dari rum selain kurang direspon positif oleh masyarakat  juga ditentang oleh para perwira pedagang yang merasa kegiatan bisnisnya terganggu. Selain itu, kebijakan King untuk mengurangi kekuasaan para perwira semakin menyulut api pertikaian dengan para perwira. Sebagai bentuk protes, para perwira tidak bersedia menghadiri setiap undangan yang dilayangkan gebernur. Bahkan konplik dengan para perwira yang ditokohi oleh John Macarthur semakin kuat ketika gubernur mengeluarkan aturan bahwa masalah makanan dan pemeliharaan assigned convicts menjadi tanggung jawab majikan yang menerimanya. Para perwira yang umumnya pemilik lahan bereaksi keras atas kebijakan tersebut bahkan mereka kemudian mengirim surat resmi kepada pemerintah Inggris berisi keluhan-keluhan atas kebijakan King.

Seiring dengan semakin kerasnya sikap penentangan dari para perwira, Gubernur King akhirnya mengajukan pengunduran diri pada tahun 1803. Permohonan King baru dikabulkan pemerintah Inggris tiga tahun kemudian. Sebagai gantinya  pemerintah Inggris menugaskan Kapten William Bligh untuk menjadi Gubernur NSW.

Bligh tiba di NSW pada tahun 1806. Masalah rum kembali menjadi masalah besar yang harus diselesaikan Gubernur Bligh. Kebijakan Bligh yang cenderung keras dan terkesan ingin secepatnya menyelesaikan masalah rum justru berakibat fatal. Bligh bertengkar dengan para perwira, terutama dengan John Macarthur. Puncaknya ditandai dengan terjadinya peristiwa Rum Rebellion  pada tanggal 26 Januari 1808. Pada peristiwa tersebut, Mayor George Johnston memimpin pasukan NSW Corps menangkap dan memenjarakan Gubernur Bligh dan mengangkat dirinya menjadi penguasa NSW sebelum digantikan oleh Kolonel Paterson yang datang dari Van Diemens Land.

Melihat situasi yang tidak kunjung selesai di koloni NSW pemerintah Inggris akhirnya mengambil tindakan tegas. Untuk mengatasi kemelut, meningkatkan moral para kolonis, menghentikan lalu lintas rum dan merestorasi ketenangan di koloni, pemerintah Inggris akhirnya mengangkat Lachlan Macquarie sebagai gubernur NSW. Macquarie datang lengkap dengan pasukan Resimen-73 dari angkatan darat Inggris pada tanggal 1 Januari 1810.

Tindakan awal yang dilakukan Macquarie sebagai gubernur sangat strategis. Ia memerintahkan kepada semua anggota NSW Corps mendaftarkan diri dan untuk kemudian  dipulangkan ke Inggris. Bagi yang menolak diperbolehkan tinggal di koloni dengan syarat melepaskan dinas militernya. Dengan kebijakan ini berarti secara tidak langsung NSW Corps dibubarkan.

Setelah menyelesaikan masalah NSW Corps, Macquarie memulai langkah pembangunan koloni. Pembenahan aspek moral dan keagamaan, penataan  kehidupan sosial, pembangunan sarana dan prasarana umum serta pembangunan ekonomi koloni merupakan target berikutnya yang diselesaikan Macquarie. Selain itu eksplorasi koloni ke pedalaman terus ditingkatkan.  Sampai masa jabatannya berakhir pada Oktober 1821 Laclan Macquarie berhasil menjadi gubernur tersukses dalam membangun koloni NSW pada masa awal pertumbuhan. Hal ini ditandai dengan tercapainya kemajuan diberbagai bidang kehidupan secara signifikan. Salah satu kunci sukses Macquarie sebagai gubernur di samping sikap kepemimpinan dan kecerdasannya adalah latar belakang dia yang berasal dari angkatan darat dan datang dengan dilengkapi pasukan yang kuat sehingga mampu mengatasi masalah NSW Corps. Hal ini berbeda dengan gubernur-gubernur sebelumnya yang berasal dari angkatan laut dan datang tanpa pasukan. Di tangan Lachlan Macquarie lah akhirnya perseteruan antara perwira New South Wales versus gubernur berakhir.

Sumber Tulisan:
Microsoft , 2009, Encarta Encyclopedia Premium, Microsoft Corporation.
Siboro, Julius, 1989, Sejarah Australia, Bandung, Tarsito
Scott, Ernest, 1943, a Short History of Australia, London, Oxford University Press (e book version posted by www. gutenberg.net.au)

Penilaian Kinerja Guru

Untuk meningkatkan kualitas pendidikan, khususnya kualitas guru di negara kita, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Negara Pendayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 tahun 2009. Peraturan yang akan mulai berlaku efektif pada 1 Januari 2013 ini mengatur tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Menurut Peraturan terserbut guru akan dinilai kinerjanya secara teratur setiap tahun melalui Penilaian Kinerja Guru (PK GURU). Di samping itu, guru pun diwajibkan untuk mengikuti Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) setiap tahun.

Yang dimaksud dengan PK GURU dalam Permeneg PAN & RB tersebut adalah penilaian dari tiap butir kegiatan tugas utama guru dalam rangka pembinaan karir, kepangkatan, dan jabatannya. Hal ini mengingat pelaksanaan tugas utama guru tidak dapat dipisahkan dari kemampuan seorang guru dalam penguasaan pengetahuan, penerapan pengetahuan dan keterampilan, sebagai kompetensi yang dibutuhkan sesuai amanat Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.

PK GURU dilakukan terhadap kompetensi guru sesuai dengan tugas pembelajaran, pembimbingan, atau tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah. Khusus untuk kegiatan pembelajaran atau pembimbingan, kompetensi yang dijadikan dasar untuk penilaian kinerja guru adalah kompetensi pedagogik, profesional, sosial dan kepribadian, sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan 4 Nasional Nomor 16 Tahun 2007. Keempat kompetensi ini telah dijabarkan menjadi kompetensi guru yang harus dapat ditunjukkan dan diamati dalam berbagai kegiatan, tindakan dan sikap guru dalam melaksanakan pembelajaran atau pembimbingan.

Adapun untuk tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah, penilaian kinerjanya dilakukan berdasarkan kompetensi tertentu sesuai dengan tugas tambahan yang dibebankan tersebut (misalnya; sebagai kepala sekolah/madrasah, wakil kepala sekolah/madrasah, pengelola perpustakaan, dan sebagainya sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009.

Secara umum, PK GURU memiliki dua fungsi utama sebagai berikut.
1. Untuk menilai kemampuan guru dalam menerapkan semua kompetensi dan keterampilan yang diperlukan pada proses pembelajaran, pembimbingan, atau pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah. Dengan demikian, profil kinerja guru sebagai gambaran kekuatan dan kelemahan guru akan teridentifikasi dan dimaknai sebagai analisis kebutuhan atau audit keterampilan untuk setiap guru, yang dapat dipergunakan sebagai basis untuk merencanakan PKB.

2.  Untuk menghitung angka kredit yang diperoleh guru atas kinerja pembelajaran, pembimbingan, atau pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah yang dilakukannya pada tahun tersebut. Kegiatan penilaian kinerja dilakukan setiap tahun sebagai bagian dari proses pengembangan karir dan promosi guru untuk kenaikan pangkat dan jabatan fungsionalnya.

Aspek yang Dinilai dalam PK GURU
Guru sebagai pendidik profesional mempunyai tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Selain tugas utamanya tersebut, guru juga dimungkinkan memiliki tugas-tugas lain yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah. Oleh karena itu, dalam penilaian kinerja guru beberapa sub-unsur yang perlu dinilai adalah sebagai berikut:

1.Penilaian kinerja yang terkait dengan pelaksanaan proses pembelajaran bagi guru mata pelajaran atau guru kelas, meliputi kegiatan merencanakan dan melaksanakan pembelajaran, mengevaluasi dan menilai, menganalisis hasil penilaian, dan melaksanakan tindak lanjut hasil penilaian dalam menerapkan 4 (empat) domain kompetensi yang harus dimiliki oleh guru sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Pengelolaan pembelajaran tersebut mensyaratkan guru menguasai 24 (dua puluh empat) kompetensi yang dikelompokkan ke dalam kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Untuk mempermudah penilaian dalam PK GURU, 24 (dua puluh empat) kompetensi tersebut dirangkum menjadi 14 (empat belas) kompetensi sebagaimana dipublikasikan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).

2. Penilaian kinerja dalam melaksanakan proses pembimbingan bagi guru Bimbingan Konseling (BK)/Konselor meliputi kegiatan merencanakan dan melaksanakan pembimbingan, mengevaluasi dan menilai hasil bimbingan, menganalisis hasil evaluasi pembimbingan, dan melaksanakan tindak lanjut hasil pembimbingan. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor terdapat 4 (empat) ranah kompetensi yang harus dimiliki oleh guru BK/Konselor. Penilaian kinerja guru BK/konselor mengacu pada 4 domain kompetensi tersebut yang mencakup 17 (tujuh belas) kompetensi

3. Kinerja yang terkait dengan pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah. Pelaksanaan tugas tambahan ini dikelompokkan menjadi 2, yaitu tugas tambahan yang mengurangi jam mengajar tatap muka dan yang tidak mengurangi jam mengajar tatap muka.
a. Tugas tambahan yang mengurangi jam mengajar tatap muka meliputi: (1) menjadi kepala sekolah/madrasah per tahun; (2) menjadi wakil kepala sekolah/madrasah per tahun; (3) menjadi ketua program keahlian/program studi atau yang sejenisnya; (4) menjadi kepala perpustakaan; atau (5) menjadi kepala laboratorium, bengkel, unit produksi, atau yang sejenisnya.
Penilaian kinerja guru dalam melaksanakan tugas tambahan yang mengurangi jam mengajar tatap muka dinilai dengan menggunakan instrumen khusus yang dirancang berdasarkan kompetensi yang dipersyaratkan untuk melaksanakan tugas tambahan tersebut.

b.    Tugas tambahan yang tidak mengurangi jam mengajar tatap muka dikelompokkan menjadi 2 juga, yaitu tugas tambahan minimal satu tahun (misalnya menjadi wali kelas, guru pembimbing program induksi, dan sejenisnya) dan tugas tambahan kurang dari satu tahun (misalnya menjadi pengawas penilaian dan evaluasi pembelajaran, penyusunan kurikulum, dan sejenisnya).
Tugas tambahan lain yang tidak mengurangi jam mengajar guru dihargai langsung sebagai perolehan angka kredit sesuai ketentuan yang berlaku.

Waktu Pelaksanaan PK GURU
PK GURU dilakukan sekurang-kurangnya 2 (dua) kali setahun, yaitu pada awal tahun ajaran dan akhir tahun ajaran.

1.   PK Guru Formatif
PK GURU formatif digunakan untuk menyusun profil kinerja guru dan harus dilaksanakan dalam kurun waktu 6 (enam) minggu di awal tahun ajaran. Berdasarkan profil kinerja guru ini dan hasil evaluasi diri yang dilakukan oleh guru secara mandiri, sekolah/madrasah menyusun rencana PKB.
Bagi guru dengan PK GURU di bawah standar, program PKB diarahkan untuk pencapaian standar kompetensi tersebut. Sementara itu, bagi guru dengan PK GURU yang telah mencapai atau di atas standar, program PKB diorientasikan untuk meningkatkan atau memperbaharui pengetahuan, keterampilan, dan sikap dan perilaku keprofesiannya.

2.  PK Guru Sumatif
PK GURU sumatif digunakan untuk menetapkan perolahan angka kredit guru pada tahun tersebut. PK GURU sumatif juga digunakan untuk menganalisis kemajuan yang dicapai guru dalam pelaksanaan PKB, baik bagi guru yang nilainya masih di bawah standar, telah mencapai standar, atau melebihi standar kompetensi yang ditetapkan.

Disarikan dari Kemendiknas  , 2010,  Pembinaan Dan Pengembangan Profesi Guru Buku 2, Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Guru (Pk Guru), Jakarta , Dirjen PMPTK

Kamis, 03 November 2011

KATA KERJA OPERASIONAL

Sehubungan dengan adanya permintaan dari rekan-rekan guru untuk mem-posting-kan kata-kata kerja operasional yang biasa dipakai dalam penyusunan indikator atau tujuan pembelajaran dan indikator soal untuk tes, maka pada kesempatan ini saya post-kan kata-kata kerja operasional berdasarkan taksonomi Blooms, semoga bermanfaat.

Kata Kerja Ranah Kognitif

Pengetahuan
Pemahaman
Penerapan
Analisis
Sintesis
Penilaian
Mengutip
Menyebutkan
Menjelaskan
Menggambar
Membilang
Mengidentifikasi
Mendaftar
Menunjukkan
Memberi label
Memberi indeks
Memasangkan
Menamai
Menandai
Membaca
Menyadari
Menghafal
Meniru
Mencatat
Mengulang
Mereproduksi
Meninjau
Memilih
Menyatakan
Mempelajari
Mentabulasi
Memberi kode
Menelusuri
Menulis
Memperkirakan
Menjelaskan
Mengkategorikan
Mencirikan
Merinci
Mengasosiasikan
Membandingkan
Menghitung
Mengkontraskan
Mengubah
Mempertahankan
Menguraikan
Menjalin
Membedakan
Mendiskusikan
Menggali
Mencontohkan
Menerangkan
Mengemukakan
Mempolakan
Memperluas
Menyimpulkan
Meramalkan
Merangkum
Menjabarkan

Menugaskan
Mengurutkan
Menentukan
Menerapkan
Menyesuaikan
Mengkalkulasi
Memodifikasi
Mengklasifikasi
Menghitung
Membangun
Membiasakan
Mencegah
Menentukan
Menggambarkan
Menggunakan
Menilai
Melatih
Menggali
Mengemukakan
Mengadaptasi
Menyelidiki
Mengoperasikan
Mempersoalkan
Mengkonsepkan
Melaksanakan
Meramalkan
Memproduksi
Memproses
Mengaitkan
Menyusun
Mensimulasikan
Memecahkan
Melakukan
Mentabulasi
Memproses
Meramalkan
Menganalisis
Mengaudit
Memecahkan
Menegaskan
Mendeteksi
Mendiagnosis
Menyeleksi
Merinci
Menominasikan
Mendiagramkan
Megkorelasikan
Merasionalkan
Menguji
Mencerahkan
Menjelajah
Membagankan
Menyimpulkan
Menemukan
Menelaah
Memaksimalkan
Memerintahkan
Mengedit
Mengaitkan
Memilih
Mengukur
Melatih
Mentransfer
Mengabstraksi
Mengatur
Menganimasi
Mengumpulkan
Mengkategorikan
Mengkode
Mengombinasikan
Menyusun
Mengarang
Membangun
Menanggulangi
Menghubungkan
Menciptakan
Mengkreasikan
Mengoreksi
Merancang
Merencanakan
Mendikte
Meningkatkan
Memperjelas
Memfasilitasi
Membentuk
Merumuskan
Menggeneralisasi
Menggabungkan
Memadukan
Membatas
Mereparasi
Menampilkan
Menyiapkan Memproduksi
Merangkum
Merekonstruksi

Membandingkan
Menyimpulkan
Menilai
Mengarahkan
Mengkritik
Menimbang
Memutuskan
Memisahkan
Memprediksi
Memperjelas
Menugaskan
Menafsirkan
Mempertahankan
Memerinci
Mengukur
Merangkum
Membuktikan
Memvalidasi
Mengetes
Mendukung
Memilih
Memproyeksikan




Kata Kerja Ranah Afektif
Menerima
Menanggapi
Menilai
Mengelola
Menghayati
Memilih
Mempertanyakan
Mengikuti
Memberi
Menganut
Mematuhi
Meminati

Menjawab
Membantu
Mengajukan
Mengompromikan
Menyenangi
Menyambut
Mendukung
Menyetujui
Menampilkan
Melaporkan
Memilih
Mengatakan
Memilah
Menolak
Mengasumsikan
Meyakini
Melengkapi
Meyakinkan
Memperjelas
Memprakarsai
Mengimani
Mengundang
Menggabungkan
Mengusulkan
Menekankan
Menyumbang
Menganut
Mengubah
Menata
Mengklasifikasikan
Mengombinasikan
Mempertahankan
Membangun
Membentuk pendapat
Memadukan
Mengelola
Menegosiasi
Merembuk
Mengubah perilaku
Berakhlak mulia
Mempengaruhi
Mendengarkan
Mengkualifikasi
Melayani
Menunjukkan
Membuktikan
Memecahkan

Kata Kerja Ranah Psikomotorik
Menirukan
Memanipulasi
Pengalamiahan
Artikulasi
Mengaktifkan
Menyesuaikan
Menggabungkan
Melamar
Mengatur
Mengumpulkan
Menimbang
Memperkecil
Membangun
Mengubah
Membersihkan
Memposisikan
Mengonstruksi
Mengoreksi
Mendemonstrasikan
Merancang
Memilah
Melatih
Memperbaiki
Mengidentifikasikan
Mengisi
Menempatkan
Membuat
Memanipulasi
Mereparasi
Mencampur
Mengalihkan
Menggantikan
Memutar
Mengirim
Memindahkan
Mendorong
Menarik
Memproduksi
Mencampur
Mengoperasikan
Mengemas
Membungkus

Mengalihkan
Mempertajam
Membentuk
Memadankan
Menggunakan
Memulai
Menyetir
Menjeniskan
Menempel
Menseketsa
Melonggarkan
Menimbang